BOGOR (Denting.id) – Frasa rakyat jelata menjadi topik perbincangan hangat usai diucapkan oleh Adita Irawati, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan. Ucapan tersebut viral di media sosial karena memicu beragam tanggapan. Lantas, apa sebenarnya arti rakyat jelata?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rakyat jelata bermakna rakyat biasa, yaitu orang-orang yang bukan bangsawan atau hartawan. Istilah ini juga mengacu pada orang kebanyakan.
Pernyataan yang Memicu Sorotan
Kata tersebut diucapkan Adita saat menanggapi kontroversi yang melibatkan Gus Miftah dan seorang penjual es teh. Dalam video yang beredar, Adita menyampaikan, “Kami dari pihak Istana, tentu menyesalkan ya kejadian ini. Satu hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.”
Ia kemudian menambahkan, “Apalagi kalau kita lihat, Presiden kita Pak Prabowo Subianto ini kalau dilihat dari berbagai baik itu melalui pidato atau melalui kunjungan-kunjungan beliau ke lapangan, kunjungan kerja, itu terlihat sekali pemihakkan beliau kepada rakyat kecil, kepada rakyat jelata.”
Ucapan itu langsung menjadi sorotan warganet. Banyak yang menilai penggunaan diksi rakyat jelata kurang tepat dan terkesan merendahkan.
Permohonan Maaf Adita Irawati
Setelah kritik meluas, Adita mengunggah permohonan maaf melalui video di akun Instagram resmi Kantor Komunikasi Kepresidenan (@pco.ri). Dalam video tersebut, ia menyatakan penyesalan atas penggunaan diksi yang dianggap tidak tepat.
“Saya memahami diksi yang saya gunakan dianggap kurang tepat. Untuk itu, secara pribadi saya memohon maaf atas kejadian ini yang menyebabkan kontroversi di tengah masyarakat,” ujar Adita. Ia juga mengakui bahwa pilihan katanya mungkin dipengaruhi pergeseran makna dalam konteks saat ini.
Adita menjelaskan bahwa ia menggunakan kata tersebut sesuai makna yang tercantum di KBBI. “Artinya adalah rakyat biasa, yaitu kita semuanya rakyat Indonesia,” imbuhnya.
Respons Masyarakat
Meskipun Adita telah menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf, pernyataan tersebut tetap memicu diskusi tentang pentingnya sensitivitas dalam memilih kata, terutama saat berbicara atas nama lembaga negara. Dikutip dari Radar Bogor, Jumat (6/12/2024), kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya komunikasi yang bijak dalam interaksi publik.