Pakar Ragukan Tabrakan Burung sebagai Penyebab Kecelakaan Jeju Air

Denting.idSeoul, Korea Selatan – Para pakar menyatakan keraguan mereka terhadap dugaan awal bahwa tabrakan burung menjadi penyebab kecelakaan tragis pesawat Jeju Air 7C2216. Insiden yang terjadi pada Minggu (29/12) di Bandara Internasional Muan ini menewaskan 179 dari 181 orang di dalam pesawat, menjadikannya kecelakaan pesawat paling mematikan dalam sejarah Korea Selatan.

Sebuah video yang tersebar di media lokal menunjukkan pesawat Boeing 737-800 itu meluncur di landasan tanpa roda pendaratan sebelum menabrak tembok dan meledak, memicu kebakaran besar dan menyebarkan puing-puing ke area sekitar.

Keraguan atas Tabrakan Burung

Geoffrey Thomas, editor Airline News, menyebut bahwa dugaan tabrakan burung sebagai penyebab utama kecelakaan sulit dipercaya. “Tabrakan burung memang umum terjadi, tetapi tidak pernah menyebabkan roda pendaratan gagal berfungsi,” ujarnya.

Ahli keselamatan penerbangan asal Australia, Geoffrey Dell, juga sependapat. “Saya belum pernah melihat kasus di mana tabrakan burung menyebabkan kerusakan signifikan pada roda pendaratan,” katanya.

FKKB Rayakan Hari Jadi Ke-12 Dengan Kebersamaan Dan Syukuran Pilkada Damai

Sementara itu, Trevor Jensen, konsultan penerbangan, menyoroti kurangnya kesiapan tim pemadam kebakaran di landasan. “Biasanya, dalam pendaratan darurat, petugas akan bersiap dengan busa di landasan untuk meminimalkan risiko kebakaran. Situasi ini tampak tidak terencana,” kata Jensen.

Kronologi dan Investigasi

Sebelum insiden, menara kontrol bandara sempat mengeluarkan peringatan tentang potensi tabrakan burung. Pilot segera mengumumkan keadaan darurat dan mencoba melakukan pendaratan darurat dari arah berlawanan. Namun, dalam prosesnya, pesawat menghantam fasilitas navigasi dan menabrak tembok di ujung landasan pacu.

Pejabat Kementerian Transportasi menyatakan bahwa panjang landasan 2.800 meter seharusnya cukup untuk pendaratan darurat. Mereka juga memastikan tembok di ujung landasan telah memenuhi standar keselamatan internasional.

Kapten pesawat, yang telah memiliki 6.823 jam terbang, mencoba mengendalikan situasi kritis tersebut bersama kopilotnya yang baru bergabung sejak 2023.

Penemuan Kotak Hitam

Tim penyelidik telah menemukan perekam data penerbangan (FDR) dan perekam suara kokpit (CVR) beberapa jam setelah kecelakaan. Pakar meyakini perangkat ini akan memberikan informasi penting untuk mengungkap penyebab insiden.

“Perekam suara kokpit kemungkinan besar akan memberikan petunjuk utama tentang apa yang sebenarnya terjadi,” kata Thomas.

Aparat Gabungan Razia Joki Dan Pak Ogah Di Jalur Alternatif Puncak, Bogor

Proses Investigasi Berlanjut

Penyelidikan atas kecelakaan ini dipimpin oleh pemerintah Korea Selatan dengan melibatkan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB) karena pesawat tersebut dirancang dan dibuat di AS.

Para pakar memperingatkan bahwa rekonstruksi penuh insiden akan membutuhkan waktu berbulan-bulan. “Kecelakaan pesawat biasanya disebabkan oleh kombinasi faktor, bukan hanya satu penyebab tunggal,” ujar Dell.

Jeju Air, hingga saat ini, belum memberikan komentar resmi terkait insiden tersebut. Namun, masyarakat menanti transparansi penuh dalam investigasi untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *