BOGOR, Denting.id – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bogor tengah menjadi sorotan publik akibat dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam dua proyek besar: renovasi gedung dan interior dengan anggaran Rp 2,8 miliar, serta pengadaan mebeleur untuk pemerintah desa senilai Rp 33,1 miliar.
Dalam renovasi gedung, proyek yang dikerjakan oleh CV Baris Sinar Abadi diduga tidak melibatkan jasa pengawas atau konsultan sesuai standar, meskipun anggaran berasal dari APBD Kabupaten Bogor tahun 2024. Selain itu, material yang digunakan, seperti holo, dituding tidak memenuhi spesifikasi standar. Namun, Sekretaris DPMD Kabupaten Bogor, Dede Armansyah, membantah tuduhan tersebut.
Baca juga :Kebakaran Hebat di Los Angeles Dipicu Angin Santa Ana, Ini Penjelasannya
“Kegiatan kemarin dilakukan pengawasan, tidak benar kalau tidak dilakukan pengawasan. Pengawasan langsung dilakukan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” ujar Dede pada Senin (13/01/2025). Ia menegaskan bahwa tidak ada keharusan untuk melibatkan konsultan pengawas dalam proyek tersebut.
Sementara itu, pengadaan mebeleur senilai Rp 33,1 miliar juga disorot. Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan indikasi mark-up harga barang hingga dua kali lipat dari harga normal. Barang-barang tersebut dibeli melalui e-Katalog dari penyedia jasa PT Karya Mitra Seraya (KMS). Beberapa kepala desa penerima manfaat pun mengungkapkan ketidaksesuaian informasi antara keterangan DPMD dan kondisi di lapangan.
Baca juga : DPRD Kota Bogor Operasikan Bus untuk Gantikan Layanan BisKita Trans Pakuan
Dede Armansyah membela pengadaan tersebut dengan alasan keterbatasan penyedia jasa. Menurutnya, PT KMS tidak mampu memenuhi permintaan 416 unit mebeleur dengan harga normal dalam waktu yang ditentukan. “Kualitasnya juga beda, dan untuk harga hingga dua kali lipat dari harga normal, saya nggak tahu soal itu,” tutupnya.
Isu ini memunculkan spekulasi adanya dugaan praktik KKN berjamaah oleh oknum pejabat dan pihak penyedia jasa yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Pihak berwenang diharapkan segera melakukan investigasi untuk mengungkap kebenaran dan memastikan akuntabilitas anggaran publik.