Bogor, Denting.id – Nova Harisandi orang tua murid berinisial R di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bantar Kemang 1, Bogor, dikeluarkan dari WhatsApp Group (Wag) wali kelas setelah menyatakan tidak bisa membayar uang kas dan tunjangan hari raya (THR) guru. Nova menganggap beberapa kali harus menghadapi pungutan liar (pungli).
Nova, wali murid dari siswa kelas 2 SDN Bantar Kemang 1 itu bahkan diancam akan dilaporkan ke wakil komite sekolah oleh koordinator kelas (korlas) Fitri Nuraisah, yang juga merupakan orang tua murid berinisial Z karena dianggap menolak membayar uang kas dan THR.
Nova menuturkan, setiap bulan, korlas Fitri Nuraisah, secara rutin menagih uang kas kepada para orang tua murid sebesar Rp10.000. Selain itu, Ramadan 2025 ini, terdapat pungutan tambahan yaitu iuran THR sebesar Rp15.000 per murid serta sumbangan pensi untuk siswa kelas 6 yang memberatkan sebagian wali murid.
Dalam percakapan di WhatsApp kepada Nova, Fitri Nuraisah menekan orang tua murid untuk segera membayar iuran tersebut.
“Mam, kapan mau bayar THR? Besok harus saya setorin soalnya ke bendahara komite,” ujar korlas Fitri Nurasiah dalam percakapan tersebut.
Tak hanya itu, orang tua murid Nova Harisandi juga ditagih pembayaran uang kas yang diklaim belum dibayarkan selama tiga bulan terakhir.
“Katanya bayar kas Januari juga mau ditransfer, mana sampai sekarang? Sudah jalan tiga bulan ini belum bayar kas,” tegas Fitri Nuraisah.
Hukum Mencicipi Makanan Saat Berpuasa, Apakah Membatalkan?
Mengungkap Makna Takjil: Antara Arti Asli dan Perkembangannya di Indonesia
Menahan Amarah di Bulan Ramadan: Antara Kesabaran dan Kesempurnaan Ibadah
Merasa keberatan, orang tua murid menolak membayar iuran kas dan pungutan lainnya yang dianggap tidak memiliki dasar yang jelas. Namun, setelah menyampaikan keberatannya, ia justru dikeluarkan dari grup WhatsApp orang tua murid oleh korlas Fitri Nurasiah, yang juga merupakan anggota komite sekolah, dan korlas Fitri Nurasiah mengancam akan melaporkan kasus ini ke wakil ketua komite.
Praktik iuran semacam ini menuai sorotan karena dianggap sebagai pungutan liar (pungli). Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya telah menyerukan agar praktik serupa tidak lagi terjadi di tingkat SMK dan SMA. Sementara itu, untuk jenjang SD dan SMP, pemerintah berencana membuat kesepakatan dengan pemerintah kabupaten dan kota guna mencari solusi terkait permasalahan ini.
“Ini praktik pungli, karena perhatian terhadap guru dan siswa lain tentu bukan sesuatu yang harus dikoordinir dan dipatok. Kami berharap ada solusi atas tindakan komite sekolah yang meresahkan ini,” ujar salah satu wali murid.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan setempat terkait insiden ini.