Jakarta, Denting.id – Menjelang Lebaran, kabar duka menyelimuti industri manufaktur di Indonesia. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran melanda sektor ini, dengan beberapa perusahaan ternama mengurangi tenaga kerja hingga menutup operasionalnya.
Salah satu yang terdampak adalah PT Yamaha Music Product Asia, produsen piano yang beroperasi di kawasan MM2100, Cikarang, Bekasi. Perusahaan ini dikonfirmasi akan menutup pabriknya pada akhir Maret 2025, berdampak pada sekitar 200 karyawan yang akan kehilangan pekerjaan.
“Betul. Pabrik akan tutup pada akhir Maret 2025,” ujar Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPEE FSPMI PT Yamaha Music Manufacturing Asia, Slamet Bambang Waluyo, kepada CNBC Indonesia, Sabtu (8/3/2025).
Menurutnya, produksi piano akan dialihkan ke China dan Jepang akibat menurunnya jumlah pesanan, yang berujung pada penghentian produksi di Indonesia. “Karena berkurangnya order dan menghindari kerugian,” jelasnya.
Tak hanya Yamaha, dua pabrik sepatu yang memasok brand internasional juga dilaporkan telah melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya. Kedua pabrik tersebut adalah PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh Indonesia, yang berlokasi di Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Yoseph Billie Dosiwoda, membenarkan kabar PHK massal ini. PT Adis Dimension Footwear dikabarkan merumahkan sekitar 1.500 karyawan, sementara PT Victory Ching Luh memangkas sekitar 2.000 pekerja.
“Informasi ini benar adanya, setelah kami berkomunikasi dengan Public Affair pihak Nike. Kami dari asosiasi prihatin atas keadaan ini,” kata Billie.
Ia menjelaskan, PHK ini terjadi bertahap sejak November 2024 akibat menurunnya pesanan ekspor yang tak seimbang dengan biaya produksi. “Kondisi ini terpaksa dilakukan sebagai langkah perusahaan dalam menghadapi tingginya biaya upah sektoral dan UMR di tengah order yang turun,” jelasnya.
Meski terjadi PHK, Billie memastikan kedua perusahaan sepatu tersebut belum menutup operasionalnya. “Sampai saat ini kedua pabrik tersebut masih beroperasi, hanya melakukan pengurangan pekerja,” tuturnya.
APRISINDO berharap pemerintah, terutama Kementerian Tenaga Kerja dan Disnaker Provinsi, segera mengambil langkah untuk menciptakan regulasi pengupahan yang lebih seimbang dan mendukung iklim usaha yang kondusif.
Baca juga : PT Sritex Bangkrut, Ribuan Pegawai Terkena PHK
Baca juga : Pertamina Bantah Isu Pertamax Oplosan
Gelombang PHK di sektor manufaktur ini menambah kekhawatiran akan ketahanan industri nasional di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Pemerintah dan pelaku usaha perlu mencari solusi agar dunia kerja tetap stabil dan tenaga kerja terlindungi.