Bogor, denting.id – Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyatakan bahwa pemerintah siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan bersama Komisi VII DPR RI.
Sejumlah kementerian telah melakukan koordinasi guna menindaklanjuti perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Widiyanti menjelaskan bahwa koordinasi telah dilakukan pada 21 lalu, dihadiri oleh tujuh kementerian/lembaga (K/L) yang ditunjuk sebagai wakil pemerintah sebagaimana diatur dalam Surat Presiden. Kementerian tersebut mencakup Kementerian Pariwisata, Kementerian PAN-RB, Kementerian Hukum, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan.
Baca juga : Rumah Ridwan Kamil Digeledah KPK, Ini Alasannya!
Menurutnya, hasil rapat menyepakati bahwa seluruh K/L yang terlibat siap untuk membahas sejumlah poin yang perlu diperbaiki.
Pemerintah juga tetap berpegang pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah diserahkan kepada DPR sebelumnya.
“Tanggapan pemerintah masih sama dengan DIM yang disampaikan sebelumnya. DIM yang disampaikan merinci tanggapan pemerintah per masing-masing poin pembahasan, yang kami rangkum sebanyak 1.508 DIM, mulai dari bagian preambule hingga penjelasan,” ujar Widiyanti dalam rapat koordinasi bersama Komisi VII DPR RI yang diadakan secara daring di Jakarta, Selasa.
Isu Strategis dalam RUU Kepariwisataan
Beberapa isu utama dalam pembahasan DIM antara lain terkait pendidikan, istilah wisatawan, serta diplomasi budaya.
Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, materi terkait pendidikan belum diatur.
Namun, dalam RUU Inisiatif DPR, pendidikan diminta untuk dimasukkan dalam BAB IV-B. Menanggapi hal tersebut, Widiyanti menyatakan bahwa pemerintah meminta bab tersebut dihapus, dengan alasan bahwa pendidikan secara nasional telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Baca juga : Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Terkait Perang Narkoba
“Peraturan pendidikan berpotensi tumpang tindih bila diatur dalam RUU Kepariwisataan,” katanya. Menurutnya, materi terkait pengembangan sumber daya manusia dalam sektor pariwisata sebaiknya tetap mengacu pada regulasi yang ada.
Terkait istilah wisatawan, dalam undang-undang kepariwisataan saat ini disebutkan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Sementara dalam RUU Inisiatif DPR, istilah tersebut diubah menjadi pengunjung dengan definisi yang lebih luas.
Pemerintah menilai bahwa lebih baik tetap menggunakan istilah wisatawan, karena perluasan definisi dapat menimbulkan tumpang tindih dengan regulasi lainnya.
“Secara tatanan internasional, memang ada beberapa istilah yang digunakan, tetapi belum ada komparasi resmi yang menegaskan perlunya perubahan,” jelas Widiyanti.
Baca juga : Mangihut Sinaga Apresiasi Penyelundupan Senjata KKB Gagal
Diplomasi Budaya dalam RUU Kepariwisataan
Isu diplomasi budaya juga menjadi salah satu poin pembahasan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, diplomasi budaya belum diatur secara eksplisit.
Namun, dalam RUU Inisiatif DPR, materi tersebut diminta untuk dimasukkan dalam BAB IV-E.
Widiyanti menyatakan bahwa pemerintah meminta bab tersebut dihapus, dengan alasan bahwa diplomasi budaya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Diplomasi budaya sudah tercantum dalam pasal 35 Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, sehingga peraturannya tidak perlu dinormalkan lagi dalam RUU Kepariwisataan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan,” katanya.
Selain itu, beberapa pasal dalam RUU Kepariwisataan juga dinyatakan tidak dapat diatur kembali karena sudah dicakup dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Pasal yang telah diatur dalam UU Cipta Kerja antara lain pasal 14, 15, 26, 29, 30, dan 54, sementara pasal yang dihapus meliputi pasal 16, 56, dan 64.
Dengan adanya koordinasi ini, pemerintah berharap pembahasan RUU Kepariwisataan dapat berjalan efektif dan tidak menimbulkan konflik regulasi dengan undang-undang yang sudah ada.
Baca juga : Vietnam Perkuat Kerja Sama Kolektif ASEAN di Jakarta