Jakarta, denting.id – Panglima TNI Jenderal Agus Subianto menegaskan komitmennya dalam mengedepankan supremasi sipil dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Hal ini ia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3).
“TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme dalam menjalankan tugas pokoknya,” ujar Agus.
Baca juga : Pemerintah Siap Bahas RUU Kepariwisataan Bersama DPR RI
Dalam rapat tersebut, Agus hadir bersama para pimpinan tiga matra TNI lainnya, yakni Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono, serta Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Erwin S. Aldedharma yang mewakili KSAL.
Agus menjelaskan bahwa supremasi sipil merupakan elemen fundamental dalam negara demokrasi. Oleh karena itu, pemisahan peran antara militer dan sipil harus tetap dijaga agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Dalam pemaparannya, Panglima TNI menekankan perlunya penyempurnaan aspek pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI dalam RUU yang sedang dibahas. Menurutnya, tugas pokok TNI harus disesuaikan dengan dinamika ancaman, namun tetap dengan batasan yang jelas agar tidak tumpang tindih dengan lembaga lain.
“Dalam menghadapi ancaman non-militer, TNI memiliki konsep penempatan prajurit TNI aktif di kementerian/lembaga di luar bidang pertahanan,” jelasnya.
Sikap Panglima ini selaras dengan pandangan Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, yang menegaskan bahwa prinsip supremasi sipil harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembahasan RUU TNI.
“Konsep supremasi sipil tetap menjadi nomor satu.
Kita tidak ingin Indonesia menjadi negara militer seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Ini bagian yang tidak terpisahkan dari notulen rapat,” ujar Utut.
Dalam kesimpulan rapat, Komisi I DPR RI menegaskan bahwa prinsip supremasi sipil harus tetap menjadi landasan utama negara demokrasi.
Komisi I juga memahami pandangan Panglima TNI serta para kepala staf terkait dengan perubahan dalam RUU TNI.
Menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak mengenai kemungkinan kembalinya dwi fungsi ABRI seperti di era Orde Baru, Utut Adianto memastikan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi.
“Beberapa LSM, seperti Setara dan Imparsial, menyampaikan kekhawatiran akan kembalinya dwi fungsi ABRI. Namun, menurut saya, hal itu bisa dipagari dengan aturan dalam undang-undang,” tegasnya.
Pembahasan revisi Undang-Undang TNI ini menjadi perhatian publik, terutama dalam memastikan bahwa TNI tetap beroperasi dalam koridor demokrasi dan tidak melampaui batas peran yang ditetapkan dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Baca juga : THR dan Gaji ke-13 ASN 2025: Kapan Cair? Ini Jadwalnya