Denting.id Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) memiliki berbagai cara untuk menekan ekonomi Rusia agar menerima kesepakatan damai dengan Ukraina. Salah satu langkah yang disebut-sebut sebagai “senjata pamungkas” adalah menargetkan sektor energi Rusia, sumber utama pendapatan negara itu.
Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin menunjukkan bahwa Moskow tidak akan mudah tunduk pada tekanan ekonomi. Menanggapi usulan gencatan senjata selama 30 hari, Putin menyatakan kesediaan untuk berdiskusi, tetapi dengan syarat yang sulit diterima oleh Kyiv.
Menurut para ahli, opsi paling efektif bagi Trump untuk menekan Rusia adalah memperketat sanksi terhadap ekspor minyak dan gas Moskow. Langkah ini bertujuan untuk menghambat pendapatan yang digunakan Rusia untuk membiayai perang di Ukraina.
“Jika tujuan Anda adalah menyelesaikan konflik di Ukraina lebih cepat, maka menargetkan ekspor energi Rusia adalah cara terbaik,” kata Emily Kilcrease, peneliti senior di Center for a New American Security, dikutip dari Newsweek, Jumat (14/3/2025).
Namun, langkah ini berisiko tinggi. Kilcrease menilai bahwa Trump kemungkinan akan berhati-hati dalam menerapkan sanksi penuh terhadap sektor energi Rusia, mengingat potensi dampaknya terhadap ekonomi global dan domestik AS.
Dilema Sanksi Energi
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, sektor energi Rusia telah menjadi target utama sanksi Barat. Pada 2022, AS, Uni Eropa (UE), dan negara-negara G7 menerapkan pembatasan ekspor minyak mentah Rusia melalui laut dan menetapkan batas harga sebesar USD 60 per barel untuk minyak Rusia.
Meskipun demikian, Rusia berhasil menghindari sanksi dengan berbagai cara, termasuk menggunakan armada bayangan untuk mengirim minyak ke negara-negara yang tidak berpartisipasi dalam embargo, seperti China dan India. Pendapatan minyak dan gas Rusia bahkan meningkat 26% menjadi USD 108 miliar tahun lalu, menurut laporan Reuters.
Uni Eropa sendiri menghadapi dilema karena meski menerapkan sanksi, mereka tetap menghabiskan lebih banyak uang untuk minyak dan gas Rusia dibandingkan dana bantuan yang diberikan ke Ukraina.
Di sisi lain, Trump menghadapi tekanan di dalam negeri untuk menjaga harga energi tetap stabil. Ia mencalonkan diri kembali dengan janji menurunkan harga bahan bakar, dan sanksi ketat terhadap energi Rusia bisa memicu kenaikan harga minyak global yang justru merugikan perekonomian AS.
“Trump berjanji menurunkan harga bensin. Namun, jika ia memperketat sanksi energi terhadap Rusia, harga bisa melonjak, yang berisiko menjadi bumerang bagi kebijakan ekonominya,” kata Mark Finley, pakar energi dari Baker Institute, Universitas Rice.
Strategi Trump: Tekanan atau Negosiasi?
Sejak menjabat, pemerintahan Trump dikabarkan mempertimbangkan pelonggaran beberapa sanksi terhadap Rusia, meskipun di depan publik ia terus menekan Ukraina untuk segera mengakhiri perang.
Dengan Putin yang tetap bertahan dan Rusia yang berhasil mencari cara untuk menghindari sanksi, pertanyaannya kini adalah apakah Trump akan benar-benar menggunakan sektor energi sebagai “senjata pamungkas” atau mencari jalur negosiasi yang lebih diplomatis.
Saat ini, keputusan akhir masih belum jelas. Namun, yang pasti, baik sanksi penuh maupun pendekatan lunak memiliki konsekuensi besar, tidak hanya bagi Rusia dan Ukraina, tetapi juga bagi stabilitas ekonomi global.