Koalisi Sipil Protes Rapat Tertutup RUU TNI, DPR Diminta Hentikan Pembahasan

Bogor, denting.id – Suasana ruang rapat panitia kerja (panja) DPR tiba-tiba memanas ketika tiga perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menerobos masuk dan menyerukan penghentian pembahasan tertutup Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Jakarta, Sabtu (16/3).

“Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup. Kami menuntut pembahasan RUU TNI ini dihentikan,” ujar Andrie Yunus, Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), di tengah aksi protesnya.

Menurut Andrie, rapat tertutup tersebut mencerminkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas pada tata kelola pertahanan negara. Koalisi menilai revisi UU TNI memuat berbagai pasal bermasalah yang berpotensi melemahkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Baca juga : Pemeriksaan Ahok di Kejagung, DPR Minta Audit Pengawasan di Pertamina

Aksi protes itu hanya berlangsung singkat sebelum tiga perwakilan koalisi ditarik keluar oleh petugas keamanan. Namun, meski telah di luar ruangan, mereka tetap menyerukan agar pembahasan RUU TNI dihentikan.

Salah satu isu utama yang disoroti dalam revisi UU TNI adalah kemungkinan kembalinya Dwifungsi TNI, yang memungkinkan militer aktif menduduki berbagai jabatan sipil. Menurut Andrie, hal ini bertentangan dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko menciptakan loyalitas ganda serta dominasi militer di ranah sipil.

“Kami menolak draf RUU TNI maupun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah ke DPR karena berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia,” tegasnya kepada wartawan usai aksi.

Sementara itu, Panja RUU TNI yang terdiri dari Komisi I DPR RI dan pemerintah telah menyelesaikan pembahasan 40 persen dari 92 DIM RUU TNI. Menurut anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, rapat yang telah berlangsung sejak Jumat (14/3) masih akan berlanjut hingga Minggu (16/5).

“Kemarin lebih banyak dibahas soal umur, masa pensiun, dan variabel lainnya, seperti bagaimana jika bintara atau tamtama pensiun pada usia tertentu,” ujar Hasanuddin sebelum rapat panja dimulai.

Meski demikian, tuntutan koalisi sipil agar pembahasan RUU TNI dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik terus mengemuka. Mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk tidak mengesahkan aturan yang berpotensi mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.

Baca juga : MinyaKita Palsu Beredar, Puan: Negara Harus Lindungi Konsumen!

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *