Pemerintahan Trump Bekukan Media VOA dan Lembaga Penyiaran AS

 

Washington, D.C. Denting.id– Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump membekukan anggaran sejumlah lembaga penyiaran dan media pemerintah, termasuk Voice of America (VOA). Langkah ini diambil sebagai bagian dari kebijakan efisiensi besar-besaran yang diterapkan pemerintahannya.

Akibat kebijakan ini, ratusan jurnalis di VOA, Radio Free Asia, Radio Free Europe, dan media lain yang didanai pemerintah harus menjalani cuti paksa. Operasional mereka pun terhenti.

Pemutusan Dana dan Dampaknya

Pada Jumat, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mencantumkan US Agency for Global Media—badan yang mengawasi media-media tersebut—sebagai bagian dari “birokrasi federal yang dianggap tidak lagi diperlukan.”

Gedung Putih menyatakan bahwa pemotongan dana ini bertujuan untuk memastikan pajak rakyat “tidak lagi digunakan untuk propaganda radikal.” Keputusan ini mencerminkan perubahan sikap drastis terhadap jaringan media yang selama ini digunakan untuk memperluas pengaruh AS di luar negeri.

Akibatnya, ratusan staf VOA dan media lainnya menerima email yang menginstruksikan mereka untuk tidak memasuki kantor serta mengembalikan kartu pers dan peralatan kerja yang dikeluarkan kantor.

Reaksi dan Kecaman

Direktur VOA, Michael Abramowitz, yang juga terkena cuti paksa, menyesalkan keputusan ini.

“VOA memang membutuhkan reformasi yang matang, dan kami telah membuat kemajuan ke arah itu. Namun, tindakan hari ini akan membuat VOA tidak dapat menjalankan misinya yang sangat penting,” tulisnya di Facebook.

Ia menambahkan bahwa liputan VOA dalam 48 bahasa telah menjangkau 360 juta orang setiap minggunya.

Presiden Radio Free Europe/Radio Liberty, Stephen Capus, menyebut penghentian pendanaan ini sebagai “hadiah besar bagi musuh-musuh Amerika.”

“Para Ayatollah Iran, pemimpin Partai Komunis China, serta para otokrat di Moskow dan Minsk pasti akan merayakan kehancuran RFE/RL setelah 75 tahun,” ujarnya.

Seorang pegawai Radio Free Asia yang enggan disebut namanya juga menyatakan kekhawatirannya, terutama bagi staf yang bekerja di negara-negara konflik.

“Kami memiliki reporter yang bekerja secara diam-diam di negara-negara otoriter di Asia. Mereka kini khawatir akan keselamatan mereka,” katanya.

Kecaman dari Kelompok Advokasi

Keputusan ini juga mendapat kritik tajam dari kelompok advokasi Reporters Without Borders. Mereka menyatakan bahwa langkah ini “mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan meniadakan 80 tahun sejarah AS dalam mendukung arus informasi yang bebas.”

Sementara itu, di media sosial, Pejabat Pers Gedung Putih, Harrison Fields, mengunggah kata “selamat tinggal” dalam 20 bahasa di platform X, yang tampaknya merupakan sindiran terhadap liputan multibahasa yang selama ini menjadi ciri khas VOA dan media terkait.

Dengan keputusan ini, masa depan media penyiaran pemerintah AS masih menjadi tanda tanya besar, terutama terkait bagaimana AS akan mempertahankan pengaruh informasinya di dunia internasional.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *