Dongeng sebagai Media Efektif dalam Pendidikan Akhlak dan Tata Krama

Bogor, denting.id – Di tengah derasnya arus digitalisasi, banyak anak lebih akrab dengan layar gawai dibandingkan pelukan hangat orang tua.

Tradisi bertutur, yang dahulu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan keluarga, kini perlahan ditinggalkan.

Padahal, mendongeng bukan sekadar cerita pengantar tidur, melainkan juga sarana efektif untuk menanamkan nilai moral dan membangun kedekatan emosional antara orang tua dan anak.

Tradisi mendongeng atau bercerita diyakini mampu membantu membangun karakter anak-anak sekaligus menjadi media pendidikan akhlak dan tata krama.

Hal ini menjadi perhatian serius mengingat generasi Z kerap dikaitkan dengan kurangnya adab dan etika dalam kehidupan sosial.

Jika kekurangan ini perlu diperbaiki, maka generasi Alpha yang lebih muda masih dapat dicegah dengan pola asuh yang lebih baik.

Baca juga : Mau Pencernaan Lancar? Kenali 3 Jenis Serat Penting Ini

Pentingnya Tradisi Bertutur dalam Pendidikan Karakter

Sentuhan, kedekatan, dan keteladanan yang diberikan orang tua kepada anak sangat berpengaruh dalam membentuk karakter mereka.

Sayangnya, perkembangan teknologi yang pesat membuat interaksi langsung antara orang tua dan anak sering tergantikan oleh kehadiran gawai.

Mendongeng bisa menjadi cara untuk mengatasi kecanduan anak terhadap gawai, sekaligus memberikan manfaat bagi kesehatan mental dan perkembangan kognitif mereka.

Melalui cerita, anak-anak bisa melatih daya kritis, imajinasi, serta memahami berbagai jenis emosi.

Tak hanya itu, membacakan buku dongeng juga berperan dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak dengan memperkenalkan kosa kata baru.

Lebih dari itu, cerita yang menyajikan keteladanan tokoh dapat mengajarkan nilai-nilai moral secara tidak langsung.

Jika dilakukan secara rutin, mendongeng dapat memperkaya wawasan anak sekaligus mempererat hubungan emosional dengan orang tua.

Menurut psikolog anak dan konsultan pendidikan Neuro-Developmental di AS, Sally Goddard Blythe, dongeng tidak hanya menghadirkan hiburan tetapi juga memberikan gambaran tentang emosi dan realitas kehidupan anak.

Karakter dalam cerita dapat membantu anak memahami konsep baik dan buruk, serta memberikan contoh tentang konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.

Baca juga : Cuka Apel Populer untuk Kesehatan, tapi Apa Efek Sampingnya?

Tradisi Bertutur: Peradaban Pertama dalam Mendidik Anak

Sebelum manusia mengenal huruf dan tulisan, tradisi bertutur sudah menjadi bagian dari peradaban.

Bangsa Indonesia memiliki kekayaan sastra lisan yang diwariskan turun-temurun melalui dongeng, legenda, dan mitos.

Dahulu, mendongeng adalah momen kebersamaan orang tua dengan anak sebelum tidur, menghadirkan kehangatan dan rasa aman bagi sang buah hati.

Anak-anak yang tumbuh dengan kasih sayang cenderung memiliki hati yang lembut dan lebih mudah dididik.

Namun, era digital telah mengubah kebiasaan ini. Orang tua yang sibuk lebih sering menenangkan anak dengan memberikan gawai ketimbang berinteraksi langsung.

Akibatnya, anak lebih asyik dengan dunia digital daripada membangun ikatan emosional dengan keluarga.

Minimnya kedekatan emosional dalam pola asuh ini menjadi salah satu penyebab mengapa generasi Z lebih banyak mengalami defisit akhlak.

Mereka lebih banyak terpapar teknologi, tetapi kurang dalam hal interaksi sosial dan nilai-nilai moral yang diajarkan secara langsung.

Dukungan Pemerintah dalam Menghidupkan Tradisi Mendongeng

Beruntung, tradisi mendongeng masih bertahan dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.

Menurut Nuryati El Salim, pendongeng dari Kampung Dongeng Indonesia yang akrab disapa Kak Dede, banyak program literasi yang bekerja sama dengan komunitas pendongeng untuk mengadakan pelatihan dan menjadikan dongeng sebagai bagian dari kurikulum di sekolah.

Ketika ditanya tentang efektivitas mendongeng dalam membentuk karakter anak, Kak Dede menegaskan bahwa metode ini sangat efektif.

“Menurut saya sangat efektif, karena memang anak itu masanya bermain, sehingga ketika kita memberikan materi lewat cerita, itu sangat cepat ditangkap oleh anak,” ujar Kak Dede usai mendongeng di TK Sumber Harapan Depok, Jawa Barat, akhir pekan lalu.

Ia juga mengenang bagaimana ketertarikannya pada dunia dongeng bermula dari cara mengajar guru Agama Islam di sekolahnya dulu.

Menurutnya, sang guru selalu mengemas pelajaran dalam bentuk cerita, sehingga mudah dipahami dan menjadi pelajaran favoritnya.

Selain orang tua, peran guru juga sangat penting dalam membentuk karakter anak.

Guru yang mampu mendidik dengan cara yang menyenangkan akan lebih berhasil dalam menanamkan nilai-nilai etika dan moral dibandingkan sekadar mengajar secara formal.

Mendongeng bukan sekadar seni bertutur, tetapi juga warisan budaya yang memiliki peran besar dalam membangun karakter generasi mendatang.

Oleh karena itu, menghidupkan kembali tradisi ini di dalam keluarga dan sekolah adalah langkah nyata dalam menekan defisit akhlak di era digital ini.

Baca juga : Waspada! Parfum Mengandung Zat Berisiko Ganggu Kesehatan

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *