Bogor, denting.id – Penggunaan parfum dan produk wewangian lainnya dapat membawa risiko kesehatan akibat paparan bahan kimia tertentu.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa zat seperti ftalat, paraben, dan fenol yang umum digunakan dalam parfum dapat mengganggu sistem endokrin dan berisiko menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan reproduksi hingga penyakit jantung dan hipertensi.
Menurut laporan Health yang dirilis pada Rabu (19/3), bahan kimia tersebut berfungsi sebagai pelarut dan penstabil wewangian agar lebih tahan lama.
Namun, paparan jangka panjang terhadap zat tersebut dapat berdampak buruk bagi tubuh manusia.
“Ftalat dikenal sebagai racun reproduksi,” ujar Julia Varshavsky, PhD, MPH, asisten profesor kesehatan masyarakat di Universitas Northeastern.
Baca juga : Nuansa Burgundy dan Tren Hijab di Lebaran 2025
Paparan ftalat dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan, terutama dalam perkembangan sistem reproduksi pria, termasuk penurunan jumlah dan kualitas sperma, serta risiko cacat lahir seperti kriptorkismus dan hipospadia.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa beberapa ftalat, paraben, dan fenol merupakan pengganggu endokrin yang dapat meniru atau menghambat kerja hormon tubuh.
Paraben, misalnya, telah dikaitkan dengan infertilitas pada perempuan. Paparan bahan ini juga berisiko lebih tinggi bagi ibu hamil, karena dapat meningkatkan kemungkinan kelahiran prematur.
John Meeker, ScD, profesor ilmu kesehatan lingkungan di University of Michigan, menyebut bahwa kandungan bahan kimia dalam parfum sering kali tidak dicantumkan secara eksplisit pada kemasan. Ftalat umumnya tertera dalam label sebagai dietil ftalat (DEP), DEHP, DBP, atau BBP, sementara paraben bisa ditemukan dalam bentuk metil paraben (MP), butil paraben (BP), etil paraben (EP), atau propil paraben (PP).
Untuk mengurangi risiko paparan bahan kimia berbahaya, para ahli menyarankan agar konsumen lebih cermat dalam memilih produk.
Baca juga : Memori Mat Solar Jadi Korban Penggusuran Tol Cinere-Serpong
Mengecek kandungan bahan kimia pada label kemasan menjadi langkah awal yang dapat dilakukan.
Jika sulit menghindari parfum dengan kandungan ftalat, maka penggunaan produk kosmetik lain yang bebas ftalat bisa menjadi alternatif untuk meminimalkan paparan.
Meskipun ftalat memiliki waktu paruh yang pendek dan dapat dikeluarkan dari tubuh dalam waktu satu hari, paparan yang terus-menerus tetap menjadi perhatian utama. “Masalahnya, bahan kimia ini ada di banyak produk, sehingga paparannya cukup konstan,” kata Stephanie Eick, PhD, ahli epidemiologi lingkungan dan reproduksi di Universitas Emory.
Para ahli menegaskan bahwa risiko ini dapat dikurangi dengan membatasi penggunaan produk yang mengandung ftalat dan paraben. “Ini adalah masalah yang bisa diatasi. Jika kita menghindari paparan, tubuh kita bisa dengan cepat membuang bahan kimia ini,” tambah Varshavsky.
Dengan semakin banyaknya temuan mengenai dampak negatif bahan kimia dalam parfum, konsumen diharapkan lebih waspada dan bijak dalam memilih produk wewangian untuk kesehatan jangka panjang.