Konflik dan Kelaparan: Suriah Pasca-Perang membutuhkan bantuan darurat

Istanbul, denting.id – Krisis kemanusiaan di Suriah terus memburuk meskipun rezim Bashar al-Assad telah tumbang pada Desember lalu. PBB melaporkan bahwa 16,5 juta warga masih membutuhkan bantuan darurat, sementara konflik dan ketidakstabilan politik menghambat upaya pemulihan negara itu.

Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Suriah, Adam Abdelmoula, dalam keterangannya kepada wartawan di New York melalui video dari Damaskus, menyoroti kondisi yang masih mengerikan di negara tersebut.

“Meski ada harapan setelah kejatuhan rezim Assad, kenyataannya situasi justru semakin buruk. Ranjau darat dan sisa-sisa bahan peledak perang telah menyebabkan lebih dari 600 korban sejak Desember, dan sepertiga di antaranya adalah anak-anak,” ujar Abdelmoula, Kamis (21/3).

Jutaan Warga Suriah Masih Terlantar

PBB mencatat bahwa sekitar 1,2 juta warga telah kembali ke rumah mereka sejak Desember, termasuk 885.000 pengungsi internal (IDP) dan 302.000 pengungsi dari luar negeri. Namun, kepulangan mereka dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti minimnya layanan dasar, risiko keamanan yang masih tinggi, serta kesulitan dalam mendapatkan dokumen hukum.

Badan Pengungsi PBB (UNHCR) memperkirakan hingga 3,5 juta orang akan kembali ke Suriah sepanjang tahun ini. Namun, faktor seperti keterbatasan akses air bersih, listrik, serta ancaman dari kelompok bersenjata sisa rezim lama membuat kondisi mereka masih sangat rentan.

Konflik dan Ketegangan Belum Usai

Meski rezim Assad telah runtuh, pertempuran belum sepenuhnya berakhir. Wilayah utara, selatan, dan pesisir Suriah masih mengalami konflik sporadis yang menyebabkan ribuan orang mengungsi kembali.

Di wilayah pesisir, di mana banyak mantan perwira tinggi rezim Assad bermarkas, kelompok-kelompok bersenjata yang menolak menyerah masih melancarkan serangan terhadap pasukan pemerintah baru. Kondisi ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan, dengan ratusan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, termasuk fasilitas kesehatan.

“Kami menyerukan kepada semua pihak untuk melakukan de-eskalasi dan memastikan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan,” tegas Abdelmoula.

Baca juga : Bus Rombongan Jemaah Umrah Kecelakaan di Wadi Qudeid, Enam WNI Meninggal

Krisis Dana Hambat Operasi Bantuan

Situasi semakin diperparah dengan pembekuan dana kemanusiaan oleh beberapa donor internasional sejak Januari. Akibatnya, operasi bantuan di Suriah timur laut, khususnya di kamp-kamp pengungsi internal, mengalami gangguan besar.

Organisasi kemanusiaan kesulitan menyediakan kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan bagi jutaan warga yang masih terjebak dalam kondisi darurat.

Suriah di Bawah Kepemimpinan Baru

Setelah Assad melarikan diri ke Rusia pada 8 Desember 2024, pemerintahan baru Suriah berupaya membangun stabilitas dengan meluncurkan inisiatif rekonsiliasi bagi mantan anggota rezim. Mereka yang bersedia menyerahkan senjata dan tidak terlibat dalam kejahatan perang diberikan kesempatan untuk kembali berbaur dalam masyarakat.

Ahmed al-Sharaa, pemimpin pasukan oposisi yang menggulingkan Assad, diangkat sebagai presiden transisi pada Januari. Meski demikian, tantangan besar masih menghadang pemerintahan baru, terutama dalam menstabilkan negara dan memastikan pemulihan ekonomi serta keamanan bagi rakyat Suriah.

PBB menegaskan bahwa meskipun ada perubahan politik, kebutuhan kemanusiaan di Suriah tetap mendesak. Dukungan internasional dan komitmen dari semua pihak sangat diperlukan untuk mengatasi krisis yang masih berlangsung.

Baca juga : Tabrakan di Jalan Menuju Mekkah, Bus Jemaah Umrah WNI Terbakar

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *