TBC Bisa Dicegah, Ini Langkah Pengendaliannya

Jakarta, denting.id – Pengendalian faktor risiko menjadi salah satu langkah utama dalam mencegah penularan tuberkulosis (TBC).

Dokter spesialis anak konsultan respirologi RSUP Persahabatan, dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A(K), menekankan pentingnya vaksinasi BCG, terapi pencegahan TBC (TPT), serta pengurangan risiko penularan melalui droplet sebagai upaya menekan penyebaran penyakit ini.

“Melihat siapa saja yang berisiko TBC, vaksinasi BCG dilakukan pada usia 0-2 bulan, kemudian pemberian TPT, serta mengurangi risiko penularan melalui droplet, terutama saat sakit. Saat ini, banyak remaja yang menunjukkan gejala seperti orang dewasa, bahkan sampai batuk darah,” ujar dr. Tjatur dalam webinar peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia yang digelar secara daring, Selasa (25/3).

Perlindungan Sejak Dini untuk Cegah Infeksi Berat

Menurut dr. Tjatur, anak balita hingga usia di bawah 10 tahun memiliki tingkat penularan yang lebih rendah karena jumlah kumannya masih sedikit. Namun, jika hasil Tes Cepat Molekuler (TCM) TB menunjukkan positif, anak tersebut tetap berpotensi menularkan bakteri Mycobacterium tuberculosis kepada orang dewasa yang dapat berkembang menjadi TBC aktif.

Oleh karena itu, dokter menyarankan agar penderita TBC dewasa tidak berada dalam satu lingkungan atau ruangan dengan bayi sehat atau anak yang baru saja menerima imunisasi.

“Imunisasi lengkap tetap diperlukan untuk memberikan perlindungan, meskipun tidak menjamin 100 persen anak tidak terkena TBC. Namun, vaksinasi BCG dapat mengurangi risiko TBC berat,” jelasnya.

Baca juga : Ngecas HP Semalaman Bikin Rusak? Ini Faktanya!

Peran Terapi Pencegahan TBC (TPT) dalam Menekan Kasus Laten

Selain vaksinasi, terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) menjadi langkah penting untuk mencegah perkembangan TBC laten, terutama pada balita dan kelompok usia muda. TBC laten merupakan kondisi di mana seseorang telah terinfeksi bakteri TBC, tetapi belum menunjukkan gejala. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa berkembang menjadi TBC aktif yang berbahaya.

“Masalahnya, sekitar 5-10 persen dari mereka yang mengalami infeksi laten TB (ILTB) akan jatuh sakit dalam lima tahun pertama setelah terinfeksi. Pengobatan TBC laten dapat mengurangi risiko reaktivasi hingga 190 persen,” tambah dr. Tjatur.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan terapi ini secara global sejak 2018. Namun, cakupan terapi TPT di Indonesia masih sangat rendah, sehingga banyak anak yang tampak sehat tetapi berisiko mengalami TBC berat.

Pemantauan dan Pencegahan Sejak Dini

TPT dapat diberikan kepada anak di bawah lima tahun yang tidak menunjukkan gejala TBC tetapi memiliki risiko tinggi. Terapi ini dilakukan dengan pemberian obat sekali seminggu selama tiga hingga enam bulan, tergantung pada kondisi anak.

Setiap bulan, anak yang menjalani terapi pencegahan TBC akan dipantau secara berkala. Jika selama pengobatan anak mengalami batuk berkepanjangan, demam, atau gejala mirip TBC aktif, maka dokter akan melakukan evaluasi lebih lanjut.

“Kita harus cegah agar anak yang sudah terinfeksi tidak jatuh sakit. Jika dalam perjalanan terapi muncul gejala seperti batuk atau demam, kita akan observasi lebih lanjut, apakah ini hanya batuk biasa atau tanda TBC aktif,” tutup dr. Tjatur.

Pengendalian faktor risiko menjadi langkah krusial dalam menekan angka penularan TBC, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Dengan pendekatan yang tepat, pencegahan sejak dini dapat mengurangi dampak jangka panjang dari penyakit ini.

Baca juga : Tips Menjaga Kulit Tetap Sehat Selama Puasa, Simak Saran Ahli Kecantikan

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *