RUU Penyiaran, Langkah DPR Atur Konten Digital dan OTT

Jakarta, ANTARA – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, Komisi I DPR RI menilai bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi kebutuhan mendesak guna memberikan kepastian hukum. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyatakan bahwa regulasi ini bertujuan untuk mengakomodasi perubahan di sektor penyiaran, termasuk platform video streaming, media sosial, dan layanan video on demand.

“Masih banyak aspek dalam dunia penyiaran digital yang belum memiliki regulasi yang jelas. Oleh karena itu, RUU Penyiaran ini sangat penting untuk menyesuaikan hukum dengan perkembangan teknologi,” ujar Dave, Rabu (26/3).

Menyesuaikan Regulasi dengan Teknologi yang Terus Berkembang

Dave menekankan bahwa RUU Penyiaran harus mampu menjawab tantangan di era digital, termasuk pengaturan konten pada layanan over the top (OTT), platform streaming, hingga media sosial.

“Saat ini, layanan seperti YouTube dan video on demand masih memiliki celah dalam regulasi. Konten yang seharusnya tidak layak untuk anak-anak tetap bisa diakses dengan mudah. Oleh karena itu, aturan ini perlu disusun dengan konsep yang matang,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa televisi konvensional telah lama menerapkan sensor ketat, tetapi hal ini belum berlaku bagi platform digital. Meski demikian, ia juga mengingatkan bahwa pembatasan yang terlalu ketat dapat menghambat perkembangan industri kreatif dan ekosistem digital.

“Jika kita menerapkan aturan sensor seperti di TV konvensional ke platform digital, ini bisa menghambat inovasi. Oleh karena itu, harus ada keseimbangan dalam regulasi,” katanya.

Baca juga : Muhaimin Iskandar: THR Wajib Diberikan, Tanpa Pemaksaan!

RUU Penyiaran Harus Bisa Bertahan Puluhan Tahun

RUU Penyiaran saat ini merupakan regulasi yang dioper dari tiga periode sebelumnya. Dave menilai bahwa meskipun ada beberapa bahan pembahasan yang masih bisa digunakan, perkembangan teknologi yang pesat menuntut adanya pembaruan dalam draf regulasi.

“Kami harus berpikir ke depan. RUU ini harus bisa bertahan 30-40 tahun mendatang. Meskipun kita tidak bisa meramal masa depan, setidaknya kita bisa memprediksi perkembangan industri penyiaran dan teknologi,” ungkapnya.

Menyoroti Konten Berbahaya di Platform Digital

Selain pengaturan layanan OTT dan video streaming, Dave juga menyoroti maraknya konten berbahaya yang beredar di platform digital. Ia mencontohkan beberapa keluhan masyarakat terkait konten penghinaan terhadap kepala negara, pelecehan seksual, hingga iklan judi online yang sering muncul di YouTube dan media sosial lainnya.

“Hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian dalam penyusunan RUU Penyiaran. Kita harus memastikan regulasi yang dibuat dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya generasi muda, dari konten yang tidak layak,” tegasnya.

Transparansi dalam Penyusunan RUU Penyiaran

Dave memastikan bahwa RUU Penyiaran akan disusun secara transparan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, akademisi, dan masyarakat umum.

“Kami ingin regulasi ini bisa diterima oleh semua pihak dan mampu menjawab tantangan zaman. Oleh karena itu, pembahasannya harus terbuka dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak,” tutupnya.

Baca juga : Transportasi Mudik 2025: Pemerintah Jamin Kelancaran Layanan

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *