Jakarta, Denting.id – Presiden Amerika Serikat Donald Trump tengah menggelar pembicaraan dengan perwakilan dari Vietnam, India, dan Israel menyusul diberlakukannya tarif baru atas barang impor yang memicu kegelisahan di pasar global.
Dilansir Firstpost, Sabtu (5/4/2025), Trump mencoba menjalin kesepakatan dagang bilateral dengan ketiga negara tersebut guna meringankan beban tarif sebelum kebijakan perdagangan barunya mulai berlaku penuh pekan depan.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dilaporkan telah membahas tarif impor dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Meski dikenal sebagai sekutu dekat, pemerintahan Trump tetap menerapkan tarif sebesar 17 persen terhadap produk impor dari Israel.
Menurut The Times of Israel, Netanyahu dijadwalkan akan mengunjungi AS pada Senin (7/4) untuk membahas langsung isu tarif tersebut dengan Trump, dalam pertemuan yang diperkirakan akan berlangsung intensif.
Sementara itu, Trump mengumumkan bahwa Vietnam – yang dikenai tarif sebesar 46 persen – telah setuju untuk menurunkan tarif terhadap barang-barang AS menjadi nol, sebagai bagian dari upaya mencapai kesepakatan dagang. Hal itu diungkapkannya dalam platform media sosial Truth Social.
“Baru saja melakukan panggilan yang sangat produktif dengan To Lam, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam. Ia mengatakan bahwa Vietnam ingin memotong tarif mereka menjadi NOL jika bisa membuat kesepakatan dengan AS,” tulis Trump.
Vietnam merupakan salah satu mitra dagang terbesar AS di Asia Tenggara dan menjadi pusat manufaktur penting dalam rantai pasok global. Meskipun sebelumnya Trump menyebut tarifnya “tidak bisa dinegosiasikan”, perkembangan terbaru menunjukkan adanya ruang untuk kompromi.
Trump juga menyinggung hubungan dagangnya dengan India. Meski menyebut Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai temannya, Trump menyoroti tarif tinggi India sebesar 52 persen terhadap produk AS. Kini, sebagai balasan, AS telah menerapkan tarif 27 persen untuk barang-barang dari India.
Adapun pembicaraan ini dipandang sebagai tahap awal dari rangkaian diskusi yang lebih luas, mengingat negara-negara lain yang juga terdampak belum semuanya merespons secara terbuka.
Pada Rabu lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen terhadap semua impor ke Amerika Serikat, berlaku mulai 5 April 2025. Sementara tarif tambahan yang lebih tinggi dan bersifat timbal balik akan mulai diterapkan pada 9 April terhadap negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS.
Tak tinggal diam, sejumlah negara telah mengumumkan rencana pembalasan. Cina, misalnya, berencana memberlakukan tarif sebesar 34 persen untuk seluruh impor dari Amerika Serikat mulai 10 April 2025.
Akibat ketegangan ini, pasar saham AS mengalami kejatuhan besar. Dalam dua hari perdagangan terakhir, bursa saham AS kehilangan nilai sebesar US$6,6 triliun – menjadikannya penurunan terbesar sepanjang sejarah pasar modal Amerika.
Meski kebijakan ini menuai kritik tajam, Trump tetap membela langkahnya. Ia menyatakan bahwa tarif memberi Amerika “kekuatan besar” dalam perundingan dagang.
Baca juga : Menko Airlangga Tetap Optimistis Hadapi Risiko Resesi Buntut Kebijakan Trump
“Setiap negara telah menelepon kami. Itulah keindahan dari apa yang kami lakukan – kami menempatkan diri di kursi pengemudi,” kata Trump kepada wartawan pada Kamis. “Tarif memberi kami kekuatan besar untuk bernegosiasi. Mereka selalu melakukannya.”