Jakarta, Denting.id – Rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan menghapus kuota impor mendapat sorotan tajam dari pelaku industri tekstil. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan ini berpotensi menghancurkan keberlangsungan industri tekstil nasional.
Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif, memperingatkan bahwa apabila kuota impor benar-benar dihapus, sekitar 70% pelaku industri tekstil kemungkinan besar akan meninggalkan usaha mereka karena tak lagi menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh ancaman membanjirnya produk impor yang akan membunuh produk lokal.
“Jadi 70% mungkin kalau prediksi saya dari industri akan pelan-pelan meninggalkan industri,” ujar Ian dalam diskusi Forum Wartawan Perindustrian, Kamis (17/4/2025).
Dari Produsen ke Pedagang: Efek Langsung Deregulasi
Ian mengatakan banyak pelaku industri tekstil kemungkinan akan beralih menjadi pedagang karena dinilai lebih mudah dan minim risiko dibandingkan menjalankan industri yang kompleks dan penuh tantangan regulasi.
“Pedagang lebih gampang daripada pelaku industri. Untuk bikin industri, dua tahun belum tentu jadi. Tapi bikin virtual office untuk jualan, langsung bisa. Saya khawatir generasi saya jadi yang terakhir yang mau bangun pabrik,” ungkapnya.
Jastip dan Regulasi Longgar Perparah Tekanan
Selain itu, Ian juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap barang-barang bawaan TKW dan maraknya praktik jasa titip (jastip) yang menurutnya sangat merugikan industri tekstil lokal, terutama sektor UKM.
“Jastip sekarang jalan lagi seperti biasa. Di TikTok banyak jastiper yang jualan online, bawa produk luar. Ini betul-betul membunuh industri kreatif kita. Banyak pelaku UKM yang awalnya produksi, kini beralih jadi reseller,” tambahnya.
Kebijakan Presiden: Bebas Impor untuk Siapa Saja
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan menghapus sistem kuota impor, terutama untuk produk-produk yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat. Ia menilai, sistem kuota hanya menciptakan birokrasi rumit dan berpotensi membuka celah korupsi karena adanya penunjukan importir tertentu.
“Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi ditunjuk-tunjuk, hanya ini yang boleh, itu yang tidak boleh,” kata Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2025).
Menurut Prabowo, langkah ini diambil untuk mendorong iklim usaha yang lebih sehat dan efisien, serta memberikan kemudahan bagi pengusaha dalam mengakses bahan baku dan barang kebutuhan lainnya.
Dilema Antara Deregulasi dan Perlindungan Industri
Meski kebijakan ini dimaksudkan untuk merampingkan birokrasi dan mendorong pertumbuhan usaha, pelaku industri seperti API menilai pendekatan tersebut bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan perlindungan terhadap industri dalam negeri.
“Kalau tidak ada regulasi yang melindungi industri, yang terjadi justru kehancuran. Bukan sekadar kemudahan, tapi keberlanjutan usaha yang harus dipikirkan,” tutup Ian.
Baca juga : Presiden Prabowo Ingin Bertemu Donald Trump Bahas Perang Dagang AS-Cina