Jakarta, Denting.id – Presiden Prabowo Subianto sejak awal kepemimpinannya menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan tunduk pada kepentingan asing. Namun, sikap ini menuai sorotan usai pemerintah Indonesia memilih jalur negosiasi ketimbang retaliasi dalam menghadapi kebijakan tarif impor 32% yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
Delegasi Indonesia yang dikirim ke Washington pekan ini membahas sejumlah paket negosiasi perdagangan dengan pemerintah AS. Salah satu opsi yang dibawa adalah peningkatan impor sejumlah komoditas dari AS sebagai bentuk penyeimbang neraca perdagangan kedua negara.
Langkah ini diambil di tengah tekanan AS atas surplus perdagangan Indonesia yang mencapai US$14,5 miliar. Pemerintahan Trump menilai surplus tersebut memperlebar defisit perdagangan mereka, sehingga memicu kebijakan proteksionis dengan mengenakan tarif tambahan terhadap beberapa produk ekspor Indonesia.
Sikap lunak ini disebut bertolak belakang dengan pesan keras Prabowo kepada para menterinya di awal pemerintahannya. Dalam forum Retreat Kabinet Merah Putih di Akademi Militer Magelang, Oktober 2024, Prabowo secara tegas meminta kabinetnya untuk tidak tunduk pada kekuatan asing.
“Bapak meminta lanjutkan hilirisasi, swasembada pangan, swasembada energi, dan jangan mau didikte oleh kepentingan asing,” ungkap Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, Jumat (25/10/2024).
Prabowo juga dikenal vokal dalam menyuarakan kecurigaan terhadap intervensi asing, termasuk melalui organisasi nonpemerintah yang menerima dana dari lembaga internasional seperti USAID. Dalam wawancara dengan sejumlah jurnalis senior di Hambalang, Minggu (6/4/2025), Prabowo menyatakan bahwa pembiayaan LSM oleh pihak luar bisa menjadi alat adu domba.
“Demo itu hak, tapi kalau dibuat untuk menimbulkan kekacauan dan kerusuhan, ini melawan kepentingan nasional,” kata Prabowo saat itu.
Meski retorika anti-intervensi asing terus digaungkan, pemerintah Prabowo juga mengakui kebutuhan akan investasi asing untuk mewujudkan berbagai program nasional. Termasuk di antaranya proyek-proyek strategis seperti Danantara dan pengadaan perumahan rakyat.
Dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama para investor, Selasa (8/4/2025), Prabowo bahkan mengusulkan strategi “Pak Pok”—sebuah istilah yang ia gunakan untuk menyebut barter dagang secara informal. Prabowo menyebut siap menawarkan paket dagang senilai US$17 miliar kepada AS.
“Kita bisa bikin pak pok. US$17 miliar surplus kita, US$17 miliar kita beli dari Amerika,” ujar Prabowo.
Dalam pertemuan terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick membahas rencana peningkatan impor dari AS. Produk-produk yang dibidik mencakup energi seperti crude oil, LPG, dan BBM, serta bahan pangan seperti kedelai, gandum, dan mineral kritis.
Baca juga : Presiden Prabowo Digugat ke PTUN Gara-Gara Tak Pecat Menteri Yandri Susanto
Langkah ini menunjukkan dilema strategis antara menjaga kemandirian ekonomi dan kebutuhan menjaga hubungan dagang dengan mitra utama seperti Amerika Serikat.