Eddy Soeparno: Investasi LG Batal Bukan Karena RUU TNI, Tapi Faktor Teknologi

Jakarta, denting.id – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan bahwa keluarnya LG dari Proyek Titan—yang bertujuan mengembangkan rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia tidak memiliki kaitan langsung dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang TNI.

Eddy menyebut keputusan investasi yang diambil oleh perusahaan asal Korea Selatan tersebut lebih didorong oleh pertimbangan keekonomian dan perkembangan teknologi baterai yang sangat cepat.

“Saya, kok, tidak melihat ada relevansinya ke sana (RUU TNI), ya. Jadi, saya enggak berani berkomentar karena menurut saya benang merahnya itu enggak ada di situ,” ujar Eddy saat ditemui di Jakarta, Selasa (22/4).

Meski menghargai pandangan sejumlah pihak yang mengaitkan mundurnya LG dengan isu politik dalam negeri, Eddy—yang juga merupakan anggota Komisi XI DPR RI—menyatakan bahwa investasi semacam itu biasanya diputuskan berdasarkan aspek komersial dan rasionalitas bisnis.

“Saya belum melihat ada relevansi yang erat terkait dua hal tersebut karena keputusan investasi ‘kan dilakukan berdasarkan berbagai aspek, yang dasarnya adalah keekonomian dan komersial,” katanya.

Ia menambahkan, perubahan teknologi dalam industri baterai dapat menjadi salah satu alasan utama di balik keputusan LG. Kini, teknologi baterai semakin berkembang, termasuk munculnya alternatif seperti lithium iron phosphate (LFP) dan blade battery yang diklaim lebih efisien, tahan panas, dan cepat dalam pengisian daya.

Baca juga : RI Konsisten Bela Palestina, Tegas Puan di Hadapan Parlemen

Eddy juga menyebutkan kemungkinan pertimbangan bahan baku turut menjadi alasan. Meski Indonesia dikenal sebagai produsen nikel terbesar di dunia—bahan utama dalam baterai EV—beberapa produsen telah mulai beralih dari baterai berbasis nikel ke teknologi lain.

Terlepas dari keputusan LG, Eddy optimistis bahwa Indonesia masih memiliki daya saing dalam industri baterai. Ia menilai Indonesia bisa memproduksi baterai sendiri, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.

“Jadi, saya kira kita punya kemampuan untuk mengadopsi teknologi baterai, bisa memproduksi sendiri, memproduksi dengan mitra lain juga bisa. Dan tujuannya tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri kita, tetapi juga untuk kita lakukan ekspor,” ujarnya.

Sebelumnya, menurut laporan Yonhap (18/4), Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG—termasuk LG Energy Solution, LG Chem, dan LX International Corp—telah memutuskan menarik diri dari proyek senilai 11 triliun won (sekitar Rp130,7 triliun) di Indonesia.

Proyek ini awalnya dirancang untuk mencakup seluruh proses produksi baterai EV, mulai dari pengadaan bahan baku, produksi prekursor, bahan katode, hingga sel baterai, bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah BUMN.

Baca juga : Kontes Domba & Kambing Meriahkan HUT ke-79 TNI AU

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *