Jakarta, denting.id — Komisi II DPR RI memastikan bahwa pembentukan daerah otonomi baru (DOB) belum bisa dilakukan sebelum dua peraturan pemerintah (PP) penting disahkan. Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pengesahan regulasi tersebut menjadi prioritas utama demi menciptakan keseimbangan dan efisiensi wilayah di Indonesia.
“Kami tidak berbicara soal pencabutan moratorium, kami fokus dulu menyelesaikan dua PP ini. Kalau PP-nya sudah rampung, baru kita bisa evaluasi apakah kondisi yang ada sekarang sudah ideal atau masih perlu perubahan,” ujar Rifqinizamy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4).
Ia menjelaskan, dua PP tersebut mengatur tentang desain besar otonomi daerah dan penataan pemerintahan daerah. PP pertama, terkait desain besar otonomi daerah, akan menjadi cetak biru kebutuhan pemekaran dan penggabungan wilayah dalam jangka panjang, bahkan hingga 100–200 tahun ke depan.
“Kalau PP ini selesai, kita bisa tahu berapa idealnya jumlah provinsi, kabupaten/kota, dan daerah khusus atau istimewa di Indonesia. Ini penting agar arah pembangunan wilayah lebih terukur dan sistematis,” katanya.
Sementara itu, PP kedua akan memuat daftar daerah yang akan dimekarkan atau digabungkan untuk mencapai titik equilibrium atau keseimbangan tata kelola pemerintahan.
Baca juga : Ribuan Warga Karawang Turun ke Jalan Dukung Palestina
Selama ini, Rifqinizamy menilai, pendekatan otonomi daerah terlalu didominasi oleh pemekaran wilayah, tanpa memperhatikan evaluasi objektif terhadap keberhasilan daerah hasil pemekaran. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Pemerintahan Daerah juga membuka peluang untuk penggabungan daerah demi efektivitas pemerintahan.
“Semua mau mekar, padahal banyak juga yang setelah dimekarkan tidak berhasil. Karena itu, penggabungan juga harus menjadi opsi yang dibuka,” tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, tercatat ada 341 usulan pemekaran daerah yang masuk ke pemerintah pusat. Namun, Komisi II DPR menilai penting untuk menahan pembahasan kasus per kasus hingga formula dan desain besarnya benar-benar rampung.
“Kami tidak ingin membahas satu per satu dulu. Kita selesaikan desain besarnya, formulasinya, baru nanti melihat usulan-usulan tersebut secara objektif,” pungkas Rifqinizamy.
Baca juga : Ibas Ajak Singapura Pererat Kerja Sama Perdagangan untuk Ekonomi Berkelanjutan