Jakarta, Denting.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan sepenuhnya kebijakan terkait larangan kegiatan study tour dan wisuda perpisahan kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. KPK mengingatkan bahwa kegiatan tersebut rawan disalahgunakan dan berpotensi mengandung praktik korupsi.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, mengatakan bahwa pelaksanaan study tour dan wisuda perpisahan sebaiknya mengikuti aturan yang jelas dan dibuat dengan perencanaan matang. Ia menegaskan, meskipun kegiatan itu bisa menjadi bagian dari proses pembelajaran, pengelolaannya harus akuntabel dan transparan.
“Potensi korupsi tetap ada. Misalnya, uang yang dikumpulkan bisa saja digunakan tidak sesuai peruntukannya. Itu bisa terjadi jika tidak ada pengawasan,” kata Wawan saat menghadiri sosialisasi antikorupsi di MAN 1 Bandung, Kamis (8/5/2025).
Ia menambahkan bahwa keputusan akhir tentang pelaksanaan kegiatan ini dikembalikan kepada pimpinan daerah masing-masing. “Kalau ada aturan regional atau daerah, ya silakan. Itu kewenangan masing-masing kepala daerah,” ujarnya.
Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan bagian dari rangkaian safari keagamaan KPK yang ditujukan kepada tokoh agama, pendidik, dan penyuluh untuk menyebarkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Senada dengan KPK, Kepala Kantor Kemenag Jawa Barat, Ajam Mustajam, menyatakan bahwa korupsi adalah kejahatan yang menghancurkan semua pihak. Ia menekankan pentingnya gerakan moral antikorupsi dimulai dari lingkungan pendidikan.
“Gerakan moral ini harus digerakkan agar masyarakat sadar bahwa korupsi adalah musuh bersama,” ucap Ajam didampingi Kepala Kemenag Kota Bandung, Abdurahim.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan larangan study tour di sekolah serta pelarangan jual beli buku lembar kerja siswa (LKS). Ia meminta Dinas Pendidikan Jabar untuk tidak lagi membebani guru dengan urusan administratif yang tidak esensial.
“Tidak ada lagi piknik sekolah. Piknik di rumah masing-masing. Jangan lagi ada tuduhan jual LKS, itu harus dihindari,” kata Dedi dalam pertemuan dengan jajaran Pemprov Jabar, Februari lalu.
Menanggapi pro-kontra kebijakan tersebut, khususnya dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Dedi mempertanyakan keberatan yang disuarakan pihak PHRI.
“Yang saya larang itu study tour, bukan hotel atau restoran. Jadi, kenapa PHRI yang keberatan?” ucapnya sambil tertawa dalam unggahan Instagram pribadinya, Senin (17/2/2025).
Dedi bahkan menilai kegiatan study tour selama ini hanyalah kedok untuk acara piknik. Ia menyarankan agar kegiatan rekreasi tidak dikaitkan dengan istilah akademik.
“Kalau memang ingin piknik, ya sudah, sebut saja piknik. Jangan bawa embel-embel study tour yang justru menyesatkan,” tegasnya.
Ketua DPD PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyebut kebijakan Dedi Mulyadi sebagai kebijakan yang “nyeleneh” dan meresahkan pelaku usaha di sektor pariwisata, termasuk hotel dan travel agent.
Baca juga : Budi Prasetyo Resmi Jabat Juru Bicara KPK, Gantikan Tessa Mahardhika
“Kebijakan ini merugikan kami para pelaku usaha. Kalau ada mekanisme study tour yang salah, ya diperbaiki, bukan dilarang,” ujar Deddy, Senin malam (17/2/2025).