Jakarta, Denting.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya potensi korupsi besar di sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang berkaitan dengan penyaluran kredit dan penanganan kredit bermasalah. Dari hasil pemeriksaan KPK, ditemukan enam permasalahan utama yang meliputi indikasi fraud, kelalaian, dan kelemahan regulasi, dengan total nilai kredit bermasalah mencapai lebih dari Rp1,2 triliun.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa temuan pertama adalah indikasi fraud sebagaimana diatur dalam POJK No.39/POJK.03/2019. Dari 12 jenis fraud yang tertera dalam peraturan tersebut, KPK menemukan empat jenis fraud terjadi di BPD, yakni side streaming (penggunaan dana tidak sesuai tujuan), debitur fiktif, debitur topengan, dan rekayasa dokumen.
“Selama 2013 hingga 2023, empat jenis fraud ini terdeteksi dengan nilai total kredit atau pembiayaan mencapai Rp451,19 miliar,” ujar Budi dalam keterangannya usai audiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rabu (14/5/2025).
Permasalahan kedua yang ditemukan adalah penyaluran kredit kepada perusahaan yang pengurus atau pemegang saham pengendalinya (PSP) tidak jelas. Dari tiga BPD yang diperiksa, terdapat empat kasus kredit macet senilai Rp260 miliar karena keputusan kredit lebih mempertimbangkan profil key person dibanding profil perusahaan.
“Ketika key person bermasalah, seperti meninggal dunia, maka kewajiban debitur terhenti karena ia bukan pengurus atau PSP perusahaan secara formal,” ungkapnya.
Permasalahan ketiga berkaitan dengan termin pembayaran proyek yang tidak diterima oleh bank. Pada lima BPD, terdapat 11 kasus kredit macet senilai Rp72 miliar akibat pengalihan rekening proyek ke bank lain, rekening penampungan yang tidak diblokir, dan pencairan dana melebihi progres pekerjaan.
“KPK menduga adanya persengkongkolan antara debitur dan perwakilan bohir serta keterlibatan pejabat BPD dalam praktik ini,” tambah Budi.
Masalah keempat adalah penyaluran kredit kepada debitur yang sebenarnya tidak layak (not feasible). KPK menemukan enam kasus kredit macet senilai Rp224,7 miliar karena verifikasi usaha yang lemah dan pengabaian terhadap risiko.
Kelima, jaminan untuk kredit yang bermasalah juga menjadi sorotan. Terdapat kredit bermasalah senilai Rp234,4 miliar dengan jaminan yang tidak memadai atau bermasalah dalam periode 2007–2022.
Yang terakhir, KPK mencatat adanya tunggakan kredit multiguna (KMG) oleh anggota DPRD Provinsi dari periode 2015–2019 dan 2019–2024 di empat BPD dengan nilai total Rp20,867 miliar. Banyak di antara kredit ini macet karena anggota DPRD enggan melunasi kewajibannya setelah terkena pergantian antar waktu (PAW).
“Penagihan terhadap anggota dewan ini tidak agresif karena BPD berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi yang notabene memiliki kedekatan dengan DPRD,” pungkas Budi.
Baca juga : KPK Fokus Buktikan Kasus Hasto Kristiyanto, Telaah Kesaksian Mantan Pimpinan
KPK mendorong pembenahan regulasi dan penguatan pengawasan internal di BPD untuk mencegah kebocoran dana dan praktik korupsi serupa di masa mendatang.