Jakarta, Denting.id – Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit secara melawan hukum kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dengan nilai outstanding mencapai Rp3,58 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, mengumumkan pada Rabu (21/5/2025) bahwa ketiga tersangka tersebut adalah Zainuddin Mappa (ZM), Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020; DS, pejabat PT Bank BJB yang menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial tahun 2020; serta ISL, Direktur Utama PT Sritex periode 2005–2022.
“Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka karena telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Rabu malam.
Ketiga tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba.
Kredit Macet dan Kerugian Negara
Abdul Qohar mengungkapkan bahwa total kredit yang belum dilunasi oleh Sritex hingga Oktober 2024 mencapai Rp3,58 triliun. Kredit tersebut berasal dari beberapa bank, antara lain:
Bank Jateng: Rp395,66 miliar
Bank BJB dan Bank Banten: Rp543,98 miliar
Bank DKI: Rp149,78 juta
Bank sindikasi (BNI, BRI, dan LPEI): Rp2,5 triliun
Selain dari bank-bank tersebut, PT Sritex juga menerima kredit dari 20 bank swasta lainnya.
Dalam proses pemberian kredit, penyidik menemukan bahwa ZM dan DS diduga mengabaikan prosedur dan analisa kelayakan yang seharusnya menjadi standar. Salah satunya adalah mengabaikan peringkat utang dari lembaga pemeringkat Moodys, yang memberi Sritex rating BB-—di bawah standar minimum untuk kredit tanpa agunan.
Kredit yang diberikan juga tidak digunakan sesuai peruntukannya. Dana yang seharusnya digunakan untuk modal kerja justru dipakai untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif.
“Perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan SOP bank serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya dalam penerapan prinsip kehati-hatian,” ujar Abdul Qohar.
Sritex Pailit dan Aset Tak Bisa Dieksekusi
Penyidik juga mencatat bahwa kredit yang diberikan kini dalam kondisi macet (kolektibilitas 5), dan aset-aset milik Sritex tidak dapat dieksekusi karena nilainya tidak mencukupi serta tidak dijadikan jaminan.
“PT Sri Rejeki Isman Tbk bahkan telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang melalui putusan Nomor 2/PDT.SUS/homologasi/2024/PN Niaga Semarang,” jelas Qohar.
Baca juga : Dirut Sritex 2014–2023 Iwan Setiawan Lukminto Ditangkap Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Kredit
Ia menegaskan, kasus ini menunjukkan praktik pemberian kredit yang bermasalah dan merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.