Denting.id – Laga penting melawan China di Kualifikasi Piala Dunia 2026 kian mendekat. Timnas Indonesia akan menjamu tim kuat asal Asia Timur itu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kamis, 5 Juni 2025. Sorotan tajam kini mengarah ke sektor lini tengah Garuda — poros utama yang bisa menentukan nasib tim di laga krusial tersebut.
Kekalahan telak 0-5 dari China pada pertemuan sebelumnya, 15 Oktober 2023, menjadi pelajaran pahit yang tak ingin terulang. Maka dari itu, kekompakan dan kekuatan lini tengah menjadi tumpuan utama Patrick Kluivert, pelatih anyar Timnas yang mulai membangun ulang fondasi permainan sejak awal tahun ini.
Sejak era Kluivert dimulai, kombinasi gelandang mulai berevolusi. Jika pelatih sebelumnya banyak mengandalkan trio Thom Haye, Ivar Jenner, dan Nathan Tjoe-A-On, kini Kluivert mencoba racikan baru. Saat melawan Australia, ia menurunkan Haye dan Nathan sebagai duet sentral — namun hasilnya mengecewakan. Garuda tumbang 1-5 dan lini tengah terlihat kewalahan.
Namun harapan mulai muncul kala Indonesia menghadapi Bahrain. Kali ini, Haye didampingi Joey Pelupessy, gelandang naturalisasi anyar. Hasilnya jauh lebih stabil. Pelupessy tampil rapi, tenang, dan minim kesalahan — meski tanpa aksi mencolok, ia efektif menjaga ritme permainan dan menjadi pelindung senyap bagi lini belakang.
Thom Haye tetap menjadi jantung strategi Garuda. Dijuluki “profesor” lapangan, ia punya akurasi umpan menawan, visi permainan luas, dan kepemimpinan alami. Namun, Haye dikenal jarang tampil penuh 90 menit. Di situlah Ivar Jenner menjadi pelapis potensial, menawarkan energi segar dan distribusi bola yang konsisten.
Joey Pelupessy kini dilihat sebagai pendamping ideal bagi Haye. Sama-sama berusia 30 tahun, keduanya punya kedewasaan dalam mengambil keputusan — kualitas krusial dalam laga bertekanan tinggi seperti menghadapi China.
Nama lain yang patut diperhitungkan adalah Ricky Kambuaya. Gelandang Dewa United ini menunjukkan kilatan tajam saat dimainkan singkat melawan Bahrain. Umpan terobosannya tajam, dribelnya gesit, dan ia bisa menjadi senjata rahasia untuk mengejutkan lawan di momen-momen krusial.
Sementara itu, Nathan Tjoe-A-On yang lebih sering bermain di sisi kiri, tetap punya ambisi besar untuk kembali dipercaya di jantung lini tengah. Ia harus berjuang ekstra jika ingin menggeser komposisi utama yang mulai terbentuk.
Menariknya, untuk pertama kalinya dalam beberapa agenda Timnas, tidak ada tambahan pemain naturalisasi baru. PSSI memilih menunda proses tersebut. Hal ini disambut positif oleh Kluivert, yang kini bisa fokus membangun chemistry di antara pemain yang sudah saling mengenal.
“Adaptasi selalu jadi tantangan besar ketika ada pemain baru masuk. Sekarang kami bisa bekerja dengan fondasi yang lebih stabil,” kata salah satu staf pelatih Timnas.
Chemistry sangat penting, terlebih di lini tengah yang menjadi penghubung antara pertahanan dan serangan. Gelandang tidak hanya bertugas merebut bola atau mendistribusikan bola, tapi juga mengatur tempo permainan.
Persaingan sehat di sektor tengah justru menjadi keuntungan. Artinya, hanya pemain dengan performa terbaik yang akan mendapat tempat — dan hal itu diharapkan bisa mengangkat level permainan Indonesia.
Laga kontra China bukan semata soal menyerang atau bertahan. Ini tentang menguasai permainan dari lini tengah. Dengan opsi seperti Haye, Pelupessy, Jenner, Kambuaya, dan Nathan, Patrick Kluivert punya banyak pilihan untuk meramu formula terbaik.
Baca juga : Stefano Lilipaly: Timnas Indonesia Kini Lebih Meyakinkan, Level Permainan Naik Berkat Pemain Eropa
Jika para gelandang Garuda bermain solid dan disiplin, peluang Indonesia membalas kekalahan di pertemuan sebelumnya terbuka lebar. Dan lebih dari itu — kemenangan atas China akan menjadi langkah besar menuju babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.