Iwan Suryawan Soroti Potensi Gejolak SPMB Usai Putusan MK, Jabar Akan Jadi Barometer Nasional

Bandung, Denting.id – Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Iwan Suryawan, menyoroti tantangan besar sistem penerimaan murid baru (SPMB) tahun 2025 di Jawa Barat, meskipun sudah ada putusan MK bahwa SD dan SMP swasta harus gratis yang belum jelas kapan implementasinya.

Ia menegaskan masih tingginya potensi rebutan kursi di sekolah negeri akibat keterbatasan daya tampung, sementara banyak orang tua tidak mampu membiayai sekolah swasta.

“Kondisi ini masih berpotensi memicu gelombang putus sekolah, karena banyak orang tua tak sanggup membayar biaya sekolah swasta, jika belum benar-benar diimplementasikan tahun ajaran ini (2025). Ingat Jawa Barat biasa jadi baromater nasional, jumlah sekolahnya paling banyak, polemiknya juga bisa tinggi,” kata Iwan, Jumat (31/5/2025).

Situasi ini menjadi sorotan pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

MK menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” harus dimaknai berlaku juga bagi sekolah dasar dan menengah pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta), bukan hanya sekolah negeri.

“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan dasar gratis baik di sekolah negeri maupun swasta,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

Namun, Mahkamah juga menegaskan bahwa sekolah swasta tetap bisa memungut biaya selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, dan bantuan pendidikan bagi siswa miskin hanya diberikan kepada sekolah swasta yang memenuhi kriteria tertentu.

Putusan MK Soal Sekolah Gratis, Disdik Bogor Wanti-Wanti Dampak ke Sekolah Swasta

Putusan Sekolah Gratis dari MK Disambut DPRD Kota Bogor, Tapi Realisasinya Dinilai Butuh Skema Keuangan Serius

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menyatakan, praktik pembatasan gratis pendidikan dasar hanya di sekolah negeri menimbulkan kesenjangan. Akibatnya, siswa miskin yang tak tertampung di sekolah negeri terpaksa menanggung beban biaya di sekolah swasta.

Menurut Iwan, putusan MK tersebut harus segera direspons dengan penyesuaian kebijakan dan pengalokasian anggaran oleh pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pembiayaan sekolah swasta, khususnya bagi masyarakat tidak mampu.

“Apalagi SPMB akan berlangsung hampir serentak dengan daya tampung terbatas di sekolah negeri. Pilihannya hanya dua, masuk sekolah swasta atau tidak sekolah sama sekali,” ujarnya.

Berdasarkan data Dapodik Kemendikdasmen, jumlah SD negeri di Jawa Barat mencapai 16.983 dari total 19.628 SD sedangkan SD swasta hanya 2.645. Sementara, SMP negeri hanya 1.998 dari total 6.169 sekolah dengan jumlah swasta lebih tinggi yakni 4.171. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin kecil peluang masuk sekolah negeri.

Di sisi lain, putusan MK hanya berlaku untuk pendidikan dasar (SD-SMP), sementara syarat minimum bekerja saat ini sebagian besar membutuhkan ijazah SMA atau SMK.

SMA jumlahnya 4.171 terdirii atas SMA negeri 1.853 dan SMA swasta 515, Kemudian SMK sebanyak 2.924, terdiri atas SMK negeri 288 dan SMK swasta 2.636.

Iwan juga mengingatkan pentingnya pengawasan dalam proses SPMB, termasuk mencegah praktik “siswa titipan” di sekolah favorit yang tidak sesuai zonasi. Ia mengusulkan keterlibatan Dinas Pendidikan dan Disdukcapil dalam verifikasi data calon siswa.

“Jangan sampai siswa berprestasi dan layak justru tersingkir karena praktik curang titipan,” tegasnya.

Di tengah polemik ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi justru menegaskan komitmennya untuk menggratiskan pendidikan hingga jenjang SMA/SMK, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“Target saya pendidikan minimal 12 tahun bagi seluruh anak di Jabar,” kata Dedi usai rapat dengan Banggar DPRD Jabar, 22 Mei 2025 lalu.

Ia menambahkan, strategi utama untuk mencapai target itu adalah mempercepat pembangunan sekolah negeri dan menjamin pendidikan gratis bagi masyarakat miskin yang bersekolah di swasta.

“Kalau negeri sudah otomatis gratis. Tapi yang miskin dan tidak tertampung di negeri harus tetap bisa sekolah gratis di swasta,” ujarnya.

Iwan mendukung langkah tersebut, namun mengingatkan agar kebijakan itu dibarengi koordinasi intensif dengan pemerintah pusat serta penguatan anggaran dan regulasi di tingkat daerah.

“Karena jumlah penduduk dan jumlah sekolah Jawa Barat paling banyak di Indonesia, maka keberhasilan atau kegagalan kita akan jadi barometer nasional,” pungkasnya.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *