Bogor, denting.id – Wacana besar pendidikan gratis yang digaungkan Mahkamah Konstitusi (MK) resmi jadi mandat negara. Namun di lapangan, pemerintah daerah kini dihadapkan pada tantangan soal kesiapan anggaran, termasuk di Kota Bogor.
DPRD Kota Bogor menyatakan dukungan terhadap putusan tersebut, namun menegaskan bahwa implementasi kebijakan ini tak bisa serta-merta ditopang hanya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota.
Ketua DPRD Kota Bogor, Adityawarman Adil, mengaku terkejut dengan putusan MK tersebut dan menyebut perlu adanya skema pembiayaan yang realistis dari berbagai tingkatan pemerintahan.
“Kalau pembiayaan sepenuhnya dibebankan ke APBD kota, saya rasa sangat berat. Perlu ada skema pembagian yang jelas antara pusat, provinsi, dan daerah,” ujarnya, Jumat (30/5/2025).
Aditya menyebut bahwa dalam waktu dekat DPRD bersama Pemerintah Kota Bogor akan segera membahas tindak lanjut teknis dan anggaran terhadap putusan MK yang baru saja diketok pada 27 Mei lalu.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Ence Setiawan. Ia menekankan pentingnya kajian mendalam, terutama menyangkut kesiapan fiskal daerah.
“Kami mendukung program pro-rakyat seperti ini. Tapi kalau sumber anggaran hanya dari APBD, tentu harus dikaji lebih dulu agar tidak membebani keuangan daerah,” jelas Ence.
Dari pihak eksekutif, Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim menyambut baik putusan MK yang bertujuan memperluas akses pendidikan. Ia menyebut langkah ini dapat menjadi solusi bagi anak-anak yang tak tertampung di sekolah negeri.
Namun, Dedie juga menegaskan pentingnya perhitungan ulang terhadap kekuatan anggaran dari seluruh lini pemerintahan.
“Kalau memang negara siap membiayai pendidikan dasar dan menengah secara menyeluruh, tentu kami dukung. Tapi semua tetap harus dikaji dari sisi anggaran: APBN, APBD provinsi, dan juga APBD kota,” ujarnya, Rabu (29/5/2025).
Seperti diketahui, MK dalam putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 memutuskan bahwa pendidikan dasar dan menengah, baik di sekolah negeri maupun swasta, harus digratiskan. Hal ini sekaligus mengubah tafsir Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang selama ini hanya mewajibkan pendidikan gratis di sekolah negeri.
Meski demikian, sekolah swasta tetap dibolehkan memungut biaya asal memenuhi standar pemerintah dan tetap memberi akses gratis kepada siswa kurang mampu.