Denting.id – Musim panas 2024 menjadi titik balik dalam sejarah Paris Saint-Germain (PSG). Kepergian Kylian Mbappe ke Real Madrid menandai berakhirnya era satu nama besar di Paris. Dengan satu ambisi utama—memenangi Liga Champions—Mbappe memilih meninggalkan klub yang telah membesarkan namanya. Namun, kenyataan tak berpihak padanya.
Ironisnya, trofi yang begitu diidamkan Mbappe justru akhirnya diraih PSG, klub yang ia tinggalkan. Di musim pertamanya tanpa sang megabintang, PSG tampil lebih solid, efisien, dan akhirnya berhasil menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Madrid Tersingkir, PSG Merajalela
Perjalanan Mbappe bersama Madrid di Liga Champions kandas di tangan Arsenal pada babak perempat final. Arsenal kemudian melaju ke semifinal, hanya untuk dihentikan PSG—yang tampil luar biasa dan berhasil mencapai final.
Di partai puncak yang digelar di Allianz Arena, Munich, PSG memperlihatkan dominasi total atas Inter Milan. Kemenangan telak 5-0 menjadi bukti bahwa Les Parisiens telah menjelma menjadi tim elite yang tak bergantung pada satu sosok.
Achraf Hakimi dan Desire Doue membuka keunggulan PSG di babak pertama. Setelah jeda, tim asuhan Luis Enrique semakin menggila lewat gol kedua Doue, serta tambahan dari Khvicha Kvaratskhelia dan Senny Mayulu.
PSG Tanpa Mbappe: Tim yang Lebih Komplet
Keberhasilan PSG tanpa Mbappe langsung menjadi bahan diskusi di berbagai forum sepak bola. Dalam tayangan ESPN FC, analis Stewart Robson menyatakan, “Saya rasa mereka tidak akan sebagus ini kalau Mbappe masih di tim.”
Menurut Robson, kepergian Mbappe justru membuka ruang bagi terciptanya keseimbangan permainan yang lebih baik. “Jika satu pemain tidak menekan atau merebut bola, yang lain juga sulit mendekat,” tambahnya.
Baginya, kunci kesuksesan PSG musim ini bukan pada nama besar, melainkan kerja kolektif, intensitas tinggi, dan pemahaman taktis antar pemain.
“Mereka tahu kapan menekan, kapan bertahan, kapan memainkan bola satu sentuhan. Ini penampilan tim yang komplet,” tegas Robson.
Luis Enrique dan Proyek Kolektif PSG
Di tangan Luis Enrique, PSG berubah total. Tak ada lagi ketergantungan pada pemain superstar. Ia membentuk tim egaliter dengan keseimbangan antara pemain muda dan senior. Semua pemain memiliki tugas—dan semua menjalankannya dengan disiplin tinggi.
Kepergian Mbappe, yang awalnya dianggap sebagai kerugian besar, justru menjadi pemicu revolusi struktural di dalam skuad.
Mbappe dan Mimpi yang Tak Terwujud
Kylian Mbappe pergi demi meraih mimpi terbesar dalam kariernya. Tapi justru, impian itu lebih dulu diwujudkan oleh rekan-rekan lamanya di Paris. Di tempat baru, Mbappe masih menanti kejayaan Eropa yang belum juga datang.
Baca juga : Simone Inzaghi di Persimpangan Jalan: Masa Depan di Inter Makin Kabur Usai Kekalahan Telak dari PSG
Sementara itu, PSG berdiri di puncak, membuktikan bahwa tim besar tak selalu harus punya satu ikon besar. Kadang, justru kebersamaan dan sistemlah yang membawa kesuksesan sejati.