Jakarta, Denting.id — Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menegaskan bahwa barang bukti yang diperoleh dengan cara melanggar hukum acara pidana dan tanpa justifikasi yang sah, tidak dapat digunakan untuk menjerat terdakwa dalam proses peradilan.
Pernyataan itu disampaikan Fatah saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Dalam persidangan, pengacara Hasto, Febri Diansyah, menanyakan pendapat Fatah soal sejumlah skenario pelanggaran terhadap prinsip due process of law dalam penanganan perkara. Salah satunya, penyidik yang melimpahkan perkara ke penuntut umum tanpa terlebih dahulu memeriksa ahli, meski sudah diminta.
“Menurut saudara ini sebelum kita bicara konsekuensinya, apakah itu melanggar prinsip due process of law?” tanya Febri kepada Fatah.
Fatah menjawab bahwa ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 116 Ayat (4) KUHAP dan menjadi pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 Tahun 2010. Ia menambahkan, dalam proses penyidikan memang terdapat ketegangan antara prinsip pengendalian kejahatan (crime control) dan jaminan keadilan proses hukum (due process of law).
“Di pengadilan, proses lebih banyak bersifat due process. Jaksa maupun terdakwa memiliki hak yang setara di hadapan hakim,” terang Fatah.
Febri kemudian memberikan sejumlah contoh pelanggaran prosedur, seperti penyadapan yang dilakukan sebelum penyelidikan dimulai, penggunaan bukti penyadapan tanpa izin Dewan Pengawas KPK, hingga alat bukti berupa call detail record (CDR) yang rawan disadap dan tidak melalui proses digital forensik.
Ia juga menyoroti penyelidik dan penyidik yang menjadi saksi fakta di pengadilan serta penggeledahan yang tidak dilakukan terhadap terdakwa.
Menanggapi itu, Fatah menegaskan bahwa keabsahan suatu alat bukti sangat tergantung pada ada atau tidaknya justifikasi hukum.
“Kalau betul-betul tidak ada justifikasinya, sesuai pendapat saya tadi, tidak bisa digunakan,” tegas Fatah. Ia juga menyatakan bahwa pembuktian justifikasi tersebut pada akhirnya akan dinilai oleh majelis hakim dalam proses persidangan.
Sebagai informasi, tim pembela Hasto Kristiyanto sebelumnya menyatakan bahwa proses penyidikan terhadap klien mereka sarat dengan kecacatan prosedur. Mereka menuding ada pelanggaran dalam proses penyelidikan, penyitaan barang bukti, hingga penggunaan penyidik sebagai saksi fakta, yang menurut mereka tidak sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku.
Baca juga : KPK Periksa Eks Sekretaris Dewan Komisaris PT Hutama Karya dalam Kasus Korupsi Lahan JTTS
Sidang kasus yang turut menyeret nama buronan Harun Masiku ini masih terus bergulir, dan menjadi sorotan publik karena menyangkut dugaan pelanggaran prosedur hukum oleh aparat penegak hukum sendiri.