Mekkah, denting.id – Saat jutaan jamaah haji memadati Padang Arafah untuk menjalankan wukuf puncak ibadah haji pada 9 Zulhijjah pemandangan tak biasa terlihat di Masjidil Haram, Makkah. Ribuan perempuan tampak memadati area suci itu, menciptakan suasana khusyuk yang mendalam dalam balutan abaya hitam. Siapakah mereka?
Fenomena ini menjadi bagian dari tradisi spiritual yang terus berlangsung dari tahun ke tahun. Ketika mayoritas jamaah pria tengah melaksanakan wukuf atau ziarah ke lokasi suci lainnya, para wanita yang tidak menunaikan ibadah haji memilih untuk memakmurkan Masjidil Haram dengan beribadah di dalamnya.
Momen ini bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan bentuk dedikasi spiritual yang mendalam. Mereka datang bukan untuk berhaji, tetapi untuk memastikan bahwa tempat paling suci bagi umat Islam tetap dipenuhi lantunan doa dan dzikir, bahkan saat sebagian besar jamaah tengah berada di Arafah.
Pemandangan langka ini menjadikan Masjidil Haram hampir sepenuhnya dipenuhi jamaah perempuan. Dalam keheningan yang khusyuk, lantunan doa mengalun dari barisan wanita yang memilih untuk menghidupkan suasana masjid selama hari wukuf.
Sementara itu, proses ibadah haji tetap berlangsung sesuai rukun. Setelah wukuf, jamaah bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit (bermalam), lalu melanjutkan ke Mina untuk melempar jumrah. Tahun ini, Pemerintah Arab Saudi juga menerapkan skema murur bagi sebagian jamaah, yakni melewati Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan, langsung menuju Mina untuk mengurangi kepadatan.
Tradisi yang terjadi di Masjidil Haram pada hari wukuf ini menunjukkan bahwa meskipun tidak semua umat Islam dapat menjalankan haji, semangat menjaga kesucian dan kemakmuran Masjidil Haram tetap menyala kuat di hati mereka—terutama para perempuan yang menjadi penjaga ketenangan spiritual di tengah hiruk-pikuk ibadah terbesar umat Islam.