Penolakan Keras Warga Adat Warnai Kunjungan Menteri ESDM Bahlil ke Sorong

Jakarta, Denting.id – Kunjungan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ke Bandara Domine Eduard Osok (DEO), Sorong, Papua Barat Daya, pada Sabtu (7/6/2025), diwarnai aksi penolakan keras dari aktivis lingkungan dan masyarakat adat Raja Ampat. Mereka meneriaki Bahlil dengan sebutan “penipu” dan menuduhnya menutup mata terhadap kerusakan lingkungan akibat tambang nikel di kawasan tersebut.

Aksi tersebut dipicu oleh penolakan terhadap aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, yang diduga dilakukan oleh PT Gag Nikel. Masyarakat adat menilai keberadaan tambang tersebut mengancam kelestarian ekosistem dan warisan leluhur Papua.

“Papua ini bukan tanah kosong! Ini warisan leluhur kami, bukan ruang kosong untuk dirusak investor!” teriak Uni Klawen, pemuda adat Raja Ampat, dalam cuplikan video yang viral di media sosial X.

Aksi Sejak Subuh, Bahlil Diteriaki dan Dihadang

Aksi penolakan dimulai sejak pukul 06.24 WIT. Puluhan aktivis membawa spanduk dan pamflet bertuliskan #SaveRajaAmpat, serta menyerukan tiga tuntutan utama:

1. Mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat.

2. Menghentikan ekspansi sawit di tanah adat Papua Barat Daya.

3. Menolak proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai menjadi kedok perampasan tanah.

 

Menurut para aktivis, kedatangan Bahlil tak menjawab akar persoalan. Mereka menilai kehadiran Menteri ESDM hanya sebagai formalitas, tanpa kesediaan untuk membuka dialog yang transparan.

Golkar: Izin Tambang Terbit Sejak 2017

Menanggapi tudingan terhadap Bahlil, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham menegaskan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat sudah diterbitkan sejak 2017, jauh sebelum Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM.

“Kami sangat menyayangkan karena yang melakukan aksi tidak menguasai anatomi masalah yang sebenarnya. Izin tambang itu sudah ada jauh sebelum Pak Bahlil menjabat,” ujar Idrus kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

Idrus menjelaskan bahwa Bahlil baru masuk pemerintahan pada 2019 sebagai Kepala BKPM, dan baru kemudian dilantik menjadi Menteri ESDM. Ia menyebut tudingan “penipu” sebagai tuduhan tidak berdasar.

“Pak Bahlil bertindak cepat dan bertanggung jawab dengan meninjau langsung ke lapangan, tidak hanya bekerja dari balik meja,” lanjutnya.

Aktivis: “Ini Perampasan, Bukan Pembangunan”

Meski demikian, para aktivis tetap mengecam sikap pemerintah yang dinilai tidak transparan. Mereka menuduh Bahlil hanya menyebut satu perusahaan, PT Gag Nikel, dan bungkam terhadap keberadaan tiga perusahaan tambang lainnya: PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulya Raymon Perkasa.

“Jika tambang terus dipaksakan, kita sedang menyaksikan perlahan-lahan matinya surga dunia oleh tangan elite kita sendiri,” tegas salah satu orator aksi.

Dalam orasinya, para aktivis menggambarkan bahwa kawasan yang dahulu dikenal dunia sebagai surga bawah laut kini terancam oleh kebisingan mesin tambang dan eksploitasi tanpa batas. Pulau-pulau yang sakral berubah menjadi wilayah industri.

“Ini bukan pembangunan. Ini perampasan!” teriak seorang aktivis sambil membentangkan pamflet bertuliskan #SaveRajaAmpat.

Aksi yang berlangsung damai sempat menimbulkan ketegangan di bandara. Massa aksi menyebut Bahlil mencoba menghindar dengan keluar melalui pintu belakang bandara.

Baca juga : Empat Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat Diduga Langgar UU Pesisir dan Pulau Kecil

Mereka menegaskan, Raja Ampat bukan milik investor tambang maupun pejabat pusat, melainkan rumah bagi ribuan warga adat dan jutaan spesies yang hidup selaras dengan alam.

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *