KPK Tegaskan Penyadapan Sesuai Prosedur dan Menjunjung HAM, Tanggapi Keberatan Kuasa Hukum Hasto

Jakarta, Denting.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan seluruh proses penyidikan, termasuk penyadapan, dilakukan secara hati-hati dan tetap menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia (HAM). Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menanggapi pernyataan kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang mempersoalkan legalitas penyadapan oleh penyidik KPK.

“Pun dalam perjalanannya, jika dianggap pelaksanaan kegiatan tersebut dipandang ada kekeliruan, dapat diuji melalui gugatan praperadilan,” ujar Budi saat dihubungi wartawan pada Selasa (10/6/2025).

Pernyataan ini muncul setelah tim hukum Hasto mempersoalkan keabsahan penyadapan sebagai alat bukti dalam perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan upaya perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Mereka menilai penyadapan tidak sah apabila dilakukan tanpa izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Menanggapi hal itu, Budi menyatakan bahwa perbedaan pandangan dalam persidangan merupakan bagian dari dinamika proses hukum. Hal tersebut nantinya akan dituangkan dalam surat tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan nota pembelaan (pleidoi) dari pihak terdakwa.

“Terkait dinamika persidangan, tentu secara subjektif masing-masing pihak memandang keterangan ahli dari sudut yang berbeda,” ujarnya.

Budi menambahkan bahwa JPU KPK akan menggunakan pendekatan dan strategi yang telah disiapkan untuk meyakinkan majelis hakim bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan didukung oleh alat bukti yang sah.

“JPU memiliki cara, pendekatan, serta strategi sendiri dalam rangka meyakinkan Majelis Hakim, bahwa peristiwa pidana yang terjadi, dengan menghadirkan alat-alat bukti yang sah, maka dapat disimpulkan bahwa benar terdakwa lah pelakunya,” ucapnya.

Sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyatakan bahwa hasil penyadapan oleh KPK bisa dianggap tidak sah jika dilakukan tanpa seizin Dewas KPK, khususnya setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang mewajibkan izin penyadapan dari Dewas.

Fatahillah mengemukakan pandangannya saat hadir sebagai ahli dalam sidang perkara Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (5/6/2025). Ia menegaskan bahwa penyadapan yang dilakukan setelah UU tersebut diundangkan pada 17 Oktober 2019 harus tunduk pada ketentuan baru, termasuk kewajiban memperoleh izin Dewas.

Namun, ia juga menyatakan bahwa setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan ketentuan izin Dewas atas penyadapan, maka ke depan KPK cukup memberikan pemberitahuan, bukan lagi meminta izin.

“Tapi perlu memberitahukan,” kata Fatahillah, menjawab pertanyaan kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah.

Fatahillah juga menekankan pentingnya prosedur penyadapan yang sah agar bukti dapat diterima secara hukum.

Baca juga : KPK Tanggapi Protes Pengacara Hasto Soal Penyadapan: Itu Dinamika Persidangan

Dengan situasi ini, legalitas alat bukti berupa penyadapan dalam perkara Hasto menjadi salah satu poin krusial yang akan diperdebatkan dalam proses persidangan lebih lanjut.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *