Jakarta, Denting.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan peringatan tegas terhadap potensi tekanan pada penerimaan negara akibat anjloknya harga sejumlah komoditas ekspor unggulan Indonesia, terutama nikel. Dalam konferensi pers APBN KITA 2025 yang digelar pada Selasa (17/6/2025), Sri Mulyani menyoroti penurunan tajam harga nikel yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor dan perpajakan sektor pertambangan.
“Harga nikel dalam hal ini secara month to month saja turun 4 persen, year on year turun 12 persen, dan year to date drop-nya 1,3 persen,” ungkap Sri Mulyani.
Menurutnya, pelemahan harga ini akan berdampak langsung pada kontribusi sektor nikel terhadap penerimaan negara, khususnya dari sisi perpajakan. Ia menegaskan bahwa kondisi ini menjadi indikator penting untuk menilai tekanan fiskal yang mungkin dihadapi pemerintah dalam waktu dekat.
Selain nikel, Sri Mulyani juga memaparkan perkembangan harga komoditas lain. Tembaga mengalami penguatan dengan kenaikan 10 persen year to date dan 3 persen secara tahunan. Sebaliknya, harga kelapa sawit mentah (CPO) menunjukkan penurunan signifikan sebesar 18 persen year to date, meski sedikit membaik dibanding tahun lalu.
“Kita lihat penurunan dari Januari ke Mei. Tapi dibanding Mei tahun ini dengan Mei tahun lalu, ada kenaikan. Tahun lalu memang penurunan CPO sangat dalam,” jelasnya.
Harga beras pun mengalami kenaikan sebesar 3 persen secara tahunan, namun terkoreksi 1,8 persen dari awal tahun. Di sisi lain, harga minyak mentah Brent menurun 15 persen secara tahunan dan 0,5 persen year to date, meskipun sempat melonjak 11 persen secara bulanan akibat ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel.
Komoditas batu bara juga terdampak. Meski mengalami lonjakan 5 persen dalam sebulan terakhir, harga batu bara tetap turun 21 persen secara tahunan dan 16 persen year to date, dengan harga terakhir mencapai USD 105,3 per ton pada akhir Mei hingga Juni.
Sri Mulyani menegaskan bahwa gejolak harga komoditas ini tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika pasar dan pertumbuhan ekonomi global, tetapi juga oleh faktor-faktor eksternal seperti ketidakstabilan geopolitik.
“Inilah yang harus kita waspadai, karena penerimaan negara sangat rentan terhadap hal-hal yang berada di luar kendali kita seperti geopolitik dan ekonomi global,” tandasnya.
Sementara itu, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada pertengahan Juni 2025 menunjukkan bahwa Harga Mineral Logam Acuan (HMA) dan Harga Batubara Acuan (HBA) juga mengalami fluktuasi.
Untuk HMA, terjadi peningkatan pada sejumlah mineral logam seperti aluminium, emas, tembaga, perak, seng, mangan, dan konsentrat titanium. Namun, penurunan terjadi pada bijih krom, kobalt, timbal, bijih besi, dan terutama nikel.
Harga nikel tercatat turun menjadi USD 15.221 per dry metric ton (dmt) dari sebelumnya USD 15.405 per dmt pada periode pertama Juni 2025. “Komoditas nikel mengalami penurunan harga yang cukup signifikan pada pertengahan Juni ini,” ujar pihak Kementerian ESDM.
Untuk HBA, dua jenis batubara kalori tinggi berdasarkan Gross Air Received (GAR), yakni GAR 6.322 dan GAR 5.300, juga kompak mengalami penurunan.
Baca juga : Sri Mulyani Pangkas Uang Rapat dan Honor ASN, Atur Efisiensi Anggaran Lewat PMK Baru
Dengan kondisi global yang penuh ketidakpastian dan harga komoditas yang fluktuatif, pemerintah diminta lebih waspada dalam menjaga stabilitas fiskal. Pemerintah pun diharapkan memperkuat diversifikasi penerimaan negara dan mempercepat reformasi perpajakan untuk mengurangi ketergantungan pada sektor komoditas.