Bogor,,Denting.id — Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi meluncurkan Indeks Ketahanan Pangan Nasional sebagai alat ukur menyeluruh terhadap kondisi keamanan pangan di seluruh wilayah Indonesia. Indeks ini menjadi acuan penting dalam menentukan seberapa sehat, aman, dan terjamin pangan yang dikonsumsi masyarakat, dari sisi regulasi, distribusi hingga pengawasan laboratorium.
Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas menjelaskan bahwa peluncuran indeks ini tidak hanya bersifat simbolik, melainkan merupakan langkah nyata untuk memetakan kekuatan ketahanan pangan nasional secara terukur. “Ada lima indikator utama, mulai dari regulasi pemerintah daerah, sampling pangan di laboratorium, hingga efektivitas pengawasan dan izin edar pangan,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Dari pemantauan terbaru, Provinsi Jawa Timur menempati posisi tertinggi dalam indeks ini, disusul oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ketiganya dinilai aktif dalam menerbitkan regulasi daerah, melakukan uji laboratorium terhadap pangan segar, serta memiliki pengawasan distribusi pangan yang ketat dan tertib.
Indikator lain yang masuk dalam indeks ini mencakup:
- Tingkat penyebaran penyakit akibat pangan tercemar,
- Sarana dan prasarana penyimpanan pangan,
- Pengawasan izin edar produk pangan,
- Penelusuran asal pangan yang tersaji.
Sebagai bentuk penguatan sistem pengawasan, Bapanas bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) juga mengembangkan alat rapid test uji keamanan pangan. Alat ini dapat mendeteksi kandungan berbahaya seperti formalin dalam waktu kurang dari 10 menit, dan akan digunakan di sekolah-sekolah serta pasar-pasar tradisional. Bila hasilnya positif, sampel akan dibawa ke laboratorium terakreditasi untuk pengujian lanjutan.
“Alat ini tidak dijual bebas, hanya diproduksi oleh dua lembaga resmi yang sudah terverifikasi untuk menjamin validitas dan kegunaan ilmiahnya,” tambahnya. Rapid test ini akan dilengkapi baik secara statis di titik-titik pasar maupun dinamis melalui mobil laboratorium keliling, khususnya untuk wilayah yang memiliki laporan mencurigakan.
Selain itu, Badan Pangan Nasional juga memberikan pelatihan khusus bagi SDM daerah melalui modul SPPI (Sistem Pengawasan Pangan Indonesia) selama 4 jam pelajaran. Pelatihan ini diberikan kepada seluruh daerah sebagai upaya menyamakan pemahaman terhadap standar pengawasan dan pengambilan sampel pangan segar.
Ke depan, indeks ini diharapkan menjadi tolok ukur dalam meningkatkan kualitas pangan nasional serta menekan penyakit yang ditimbulkan akibat konsumsi pangan tidak sehat. Pemerintah daerah juga didorong untuk menjadikan hasil indeks ini sebagai bahan evaluasi dalam menyusun kebijakan dan strategi penguatan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing.
“Tujuan akhir kita sederhana tapi fundamental: makanan yang disajikan aman, sehat, bergizi, dan bisa mendukung tumbuhnya generasi emas Indonesia,” pungkasnya.