Layanan Imigrasi Diperiksa, Ombudsman Soroti Satpam Lebih Paham dari Petugas

Jakarta, denting.id – Ketimpangan layanan imigrasi kembali jadi sorotan. Dalam sebuah forum diskusi publik, Ombudsman RI mengungkap fakta mencengangkan di sejumlah kantor imigrasi, satpam justru lebih memahami prosedur dibanding petugas resmi. Temuan ini jadi alarm penting akan lemahnya sistem dan kualitas SDM di lini pelayanan publik yang seharusnya jadi wajah negara.

Ombudsman RI mendorong perbaikan menyeluruh terhadap sistem dan sumber daya manusia (SDM) di sektor keimigrasian, menyusul temuan berbagai bentuk malaadministrasi dan ketimpangan pelayanan yang masih terjadi di lapangan.

Hal itu disampaikan Kepala Keasistenan Utama Manajemen Pencegahan Malaadministrasi Ombudsman RI, Andi, dalam forum diskusi yang digelar bersama sejumlah instansi terkait di Jakarta, Rabu (25/6).

“Pelayanan publik semestinya inklusif dan mudah diakses semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Namun, realitanya masih jauh dari harapan,” ujar Andi melalui keterangan tertulis yang dikonfirmasi Jumat (27/6).

Menurutnya, analisis Ombudsman terhadap berbagai aspek pelayanan keimigrasian—mulai dari perizinan hingga penegakan hukum—mengungkap ketimpangan signifikan. Salah satu temuan paling mencolok adalah lemahnya kompetensi petugas resmi.

“Di beberapa kantor, petugas imigrasi tak bisa menjawab pertanyaan dasar, sementara satpam di pintu depan justru lebih menguasai informasi. Ini mencerminkan gap besar dalam pelatihan dan standarisasi,” tegas Andi.

Ombudsman juga mencatat banyak pengaduan publik yang datang dari beragam kanal, mulai dari WhatsApp, email, website, hingga kunjungan langsung. Sebagian besar laporan berasal dari masyarakat yang kebingungan dalam proses permohonan dokumen imigrasi.

Selain itu, integrasi sistem antarinstansi menjadi sorotan utama. Andi mengungkapkan, pihaknya pernah mengusulkan agar data antara imigrasi dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) disatukan, sehingga masyarakat tidak harus bolak-balik hanya untuk satu layanan. Namun, implementasi terkendala pada aspek penganggaran.

Dalam konteks perlindungan WNI, Ombudsman juga mendorong adanya standar wawancara dan deteksi dini terhadap pemohon paspor yang berisiko menjadi korban perdagangan orang. Sayangnya, langkah tersebut belum dioptimalkan oleh lembaga terkait.

“Pengawasan terhadap WNI yang akan ke luar negeri penting, bukan semata administratif, tapi juga melindungi mereka dari jerat TPPO,” ujarnya.

Tak hanya itu, Ombudsman juga menyinggung soal krisis kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Menurut Andi, korban bencana seperti di Palu dan Cianjur sempat kesulitan mendapatkan kembali dokumen imigrasi mereka.

“Harusnya sistem bisa mengantisipasi kondisi darurat. Identitas warga negara tak boleh hilang hanya karena dokumen fisik rusak atau hilang,” jelasnya.

Forum diskusi ini menjadi pengingat bahwa pelayanan imigrasi bukan sekadar urusan dokumen, tapi bagian dari wajah kehadiran negara. Untuk itu, Ombudsman mendesak perbaikan sistem, peningkatan kualitas SDM, dan komitmen pada prinsip inklusivitas serta keadilan dalam pelayanan publik.

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *