Tidak Semua Harus Ditulis: Sejarah Indonesia Dipilah dengan Pertimbangan Matang

Jakarta, denting.id – Penulisan sejarah bukan sekadar mencatat semua peristiwa, melainkan proses seleksi penuh tanggung jawab. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, saat berdialog bersama mahasiswa dalam kegiatan PCO Goes to Campus di Jakarta, Senin (30/6).

Menurut Hasan, sejarah Indonesia yang tengah ditulis ulang dalam proyek nasional tidak mungkin memuat seluruh kejadian. Setiap narasi disusun dengan sejumlah pertimbangan akademik dan etis yang matang oleh para sejarawan.

“Dalam penulisan sejarah, tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Contohnya, apakah dalam buku sejarah kita pernah tertulis bahwa pada masa pendudukan Jepang, pimpinan Putera menyediakan pekerja seks untuk tentara Jepang? Kejadiannya ada, tapi tidak semua harus dimasukkan,” kata Hasan kepada para peserta diskusi.

Hasan menjelaskan bahwa para sejarawan memiliki landasan akademik dan moral dalam menyusun narasi sejarah yang bisa dijadikan pijakan bangsa untuk menatap masa depan. Menurutnya, tujuan utama sejarah bukan sekadar mencatat fakta, melainkan juga membentuk kesadaran dan karakter bangsa.

“Penulisan sejarah pasti ada pertimbangan matang. Kita perlu sejarah untuk memetik pelajaran dari masa lalu, bukan untuk membuka luka secara sembarangan. Karena itu, kita perlu percaya pada profesionalitas sejarawan yang menyusunnya,” tegasnya.

Hasan juga menekankan bahwa tim sejarawan yang terlibat dalam proyek ini terdiri dari para akademisi dengan kredibilitas tinggi, termasuk profesor dan doktor sejarah dari berbagai perguruan tinggi.

“Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka. Mereka bekerja secara objektif dan profesional,” tambahnya.

Proyek penulisan sejarah Indonesia versi terbaru merupakan program strategis Kementerian Kebudayaan yang kini dipimpin oleh Menteri Fadli Zon. Lebih dari 100 sejarawan terlibat dalam proyek ini, yang ditargetkan rampung pada Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia.

Meski demikian, proses penyusunan sejarah tersebut tak lepas dari sorotan publik. Salah satunya dipicu oleh komentar pribadi Menteri Fadli Zon terkait tragedi Mei 1998. Namun Hasan menegaskan, sejarah adalah kerja kolektif yang tidak tunduk pada opini individual.

“Biarkan sejarah ditulis oleh yang memang ahlinya,” tutup Hasan.

Baca juga : Teddy Indra Wijaya: HUT Ke-79 Bhayangkara Dirayakan Bersama Rakyat, Bukan Polri Saja

Baca juga : Seskab: 43 Hektare Kawasan Baterai Karawang Jadi Motor Baru Pekerjaan

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *