BOGOR – Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui salah satu guru besarnya, Prof Wisnu Ananta Kusuma, memperkenalkan inovasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang memanfaatkan kekayaan hayati tanaman obat Indonesia. Inovasi ini dirancang sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional melalui pemanfaatan perawatan herbal yang lebih ilmiah, tepat guna, dan aman.
Dalam presentasi ilmiahnya pada acara Pra Orasi Guru Besar IPB, Kamis, 7 Juli 2025, Wisnu menjelaskan bahwa pendekatan baru ini lahir dari tantangan dalam pengembangan obat tradisional berbasis tanaman. Menurutnya, sifat bahan alam yang multikomponen dan multitarget tidak dapat dipecahkan hanya dengan metode farmasi konvensional.
“Indonesia memiliki salah satu keanekaragaman hayati tanaman obat terbesar di dunia. Namun dari lebih dari seribu spesies yang potensial, hanya sebagian kecil yang benar-benar dikembangkan menjadi obat modern,” ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa dari sekitar 11.000 produk jamu yang terdaftar di Indonesia, hanya 69 yang telah mencapai status obat herbal terstandar, dan hanya 25 yang dikategorikan sebagai fitofarmaka—kelas tertinggi yang memungkinkan penggunaannya melalui resep medis.
Ketimpangan inilah yang menjadi dasar pengembangan teknologi berbasis AI untuk mendorong proses riset dan validasi tanaman obat agar mampu menembus batas farmasi global.
Melalui pendekatan (in silico) yang didukung big data dari berbagai database internasional, Wisnu dan timnya memanfaatkan analisis multi-omics—gabungan dari ilmu genomik, proteomik, hingga metabolomik—untuk memahami mekanisme kerja senyawa herbal secara ilmiah dan terukur.
Algoritma kecerdasan buatan dan machine learning digunakan untuk membaca pola dan hubungan yang kompleks dari bahan alam tersebut terhadap target-target biologis.
“Dengan pemodelan komputasional, kita bisa membangun jembatan antara pengetahuan tradisional dan ilmu kedokteran modern,” ujar Wisnu.
Untuk mendukung implementasi skema ini, IPB juga meluncurkan platform riset terpadu bernama IP-Prime, atau (Integrative Platform for Research in Indonesian Double Medicine). Platform ini difungsikan sebagai pusat integrasi data, kajian ilmiah, dan kolaborasi antarpeneliti dari berbagai disiplin ilmu untuk mempercepat pengembangan obat herbal modern berbasis standar internasional.
Lebih lanjut, Wisnu menjabarkan enam strategi utama yang tengah disiapkan IPB untuk memperkuat ekosistem riset tanaman obat di Indonesia. Di antaranya adalah pembangunan kerangka ilmiah berbasis pendekatan multikomponen-multitarget, percepatan uji praklinik dan klinik, hingga penguatan sumber daya manusia dan kelembagaan melalui kerja sama lintas sektor.
Ia menekankan bahwa kekayaan biodiversitas Indonesia tidak hanya harus dipandang sebagai warisan budaya semata, melainkan juga sebagai sumber daya ilmiah yang sangat bernilai untuk kesehatan global.
“Dengan pendekatan yang mutakhir, kita bisa membawa jamu dan tanaman obat Indonesia naik kelas menjadi bagian dari sistem pengobatan modern yang diakui dunia,” tegasnya.
Sebagai penutup, Wisnu menyerukan pentingnya sinergi antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk mendukung pengembangan ini secara menyeluruh. Menurutnya, potensi Indonesia untuk menjadi pemimpin dunia dalam industri obat herbal sangat besar, namun hanya dapat terwujud apabila semua pihak bergerak bersama.
“Ini bukan hanya soal riset, tapi juga visi kebangsaan. Kita punya aset ilmiah, tinggal bagaimana kita kelola dan arahkan bersama untuk masa depan kesehatan Indonesia,” tuturnya.