BOGOR – Penurunan signifikan produksi susu sapi segar di Indonesia memantik keprihatinan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Alla Asmara. Ia menilai salah satu solusi strategis untuk mengatasi persoalan ini adalah memperkuat peternak sapi perah skala rumah tangga, yang selama ini menjadi tulang punggung penyediaan susu nasional.
Dalam Pra Orasi Guru Besar IPB yang digelar Kamis, 7 Juli 2025, Prof. Alla mengungkapkan bahwa peternak skala rumahan menyumbang sekitar 64 persen dari total produksi susu sapi segar di Indonesia.
Namun kontribusi besar ini tengah terancam oleh berbagai faktor, terutama menyusutnya populasi sapi perah akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi susu nasional menurun dari 946.912 ton pada tahun 2020 menjadi hanya 808.352 ton pada tahun 2024. Dalam periode yang sama, populasi sapi perah juga turun drastis dari sekitar 582.000 ekor menjadi 485.000 ekor.
PMK tak hanya mengurangi jumlah ternak karena kematian, tetapi juga berdampak pada turunnya produktivitas susu dari sapi yang selamat.
Melihat situasi ini, Alla menekankan pentingnya pendekatan berbasis penanggulangan penyakit secara sistemik untuk mengendalikan PMK dan mencegah kemunculan wabah serupa di masa depan.
Namun lebih dari itu, ia juga menyoroti pentingnya pemberdayaan peternak melalui penguatan kelembagaan koperasi serta skema kemitraan wakaf produktif sebagai pendekatan yang berkelanjutan.
Ia menjelaskan bahwa koperasi memiliki peran strategis dalam membina peternak rumah tangga, baik melalui pelatihan, pendampingan teknis, maupun penguatan manajemen usaha.
“Koperasi perlu didorong untuk tidak hanya memberikan layanan teknis, tetapi juga melakukan reformasi kelembagaan, termasuk perbaikan manajemen organisasi, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, serta penguatan permodalan dan partisipasi anggota,” papar Alla.
Kata dia, diversifikasi produk, pemanfaatan teknologi digital, serta kemitraan dengan pelaku usaha besar juga menjadi langkah penting agar koperasi dapat tumbuh kompetitif.
Selain koperasi, Alla memperkenalkan konsep kemitraan wakaf produktif sebagai strategi alternatif yang tak kalah penting. Skema ini menggabungkan sumber daya dari pengelola wakaf (nazhir), koperasi, dan peternak untuk membentuk model usaha peternakan yang berkelanjutan dan berdampak sosial.
“Melalui kemitraan ini, bukan hanya modal yang bisa diperoleh, tetapi juga peluang regenerasi peternak melalui penyediaan beasiswa dan pendidikan bagi generasi muda di lingkungan peternakan,” jelasnya.
Ia menilai, integrasi antara pendekatan teknologi, kelembagaan, dan keuangan sosial seperti wakaf merupakan kunci untuk membangun ekosistem peternakan yang berdaya tahan. Terlebih di tengah target besar menuju Indonesia Emas 2045, ketahanan pangan dan kemandirian produksi susu menjadi salah satu pilar penting.
“Dengan strategi penguatan koperasi dan kemitraan wakaf produktif, kita tidak hanya memperkuat peternak, tapi juga mempersiapkan generasi penerus yang siap membawa usaha peternakan ke arah yang lebih maju dan berkelanjutan,” ujar Alla dalam penutup orasinya.
Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat, untuk bahu-membahu membangun kembali kejayaan susu Indonesia dari akar rumput—melalui peternak kecil yang selama ini menjadi penopang utama industri.