Jakarta, Denting.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Jurist Tan (JT), staf khusus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019-2023. Saat ini, Jurist Tan diketahui berada di luar negeri sehingga belum dilakukan penahanan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, pihaknya telah menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk tersangka Jurist Tan.
“Langkah apa yang sudah dilakukan? Kami pertama sudah melakukan DPO, dan tentu kami bekerja sama dengan pihak terkait agar yang bersangkutan bisa hadir, bisa pulang di Tanah Air,” kata Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025).
Qohar mengungkapkan, Jurist Tan telah tiga kali dipanggil penyidik namun tidak pernah hadir. Melalui kuasa hukumnya, tersangka mencoba memberikan keterangan secara tertulis.
“Tapi itu tidak dikenal dalam sistem hukum kita. Sehingga keterangannya yang dikirim ke penyidik secara tertulis mungkin hanya dapat digunakan sebagai alat bukti surat,” jelasnya.
Selain itu, Qohar menyebut pihaknya akan terus mengembangkan penyidikan perkara tersebut. Ia juga menyinggung bahwa suami Jurist Tan merupakan pejabat di Google Asia Tenggara.
“Kami tetap akan kembangkan kasus ini,” ujarnya.
Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan yang merugikan negara hingga Rp1,98 triliun. Para tersangka adalah Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbudristek, Mulatsyah (MUL) selaku Direktur SMP Kemendikbudristek, Jurist Tan (JT) selaku staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arif (IBAM) selaku konsultan teknologi Kemendikbudristek.
“Akibat perbuatan tersebut negara mengalami kerugian sekitar Rp1.980.000.000.000,” kata Qohar, Selasa (15/7/2025).
Kerugian negara itu berasal dari proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek pada 2020–2022. Proyek senilai Rp9,3 triliun tersebut mencakup pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook yang bersumber dari APBN Kemendikbudristek dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Semua pengadaan diperintahkan oleh NAM (Nadiem Makarim) menggunakan laptop dengan software Chrome OS. Namun dalam praktiknya, Chrome OS sulit digunakan oleh guru dan siswa sehingga tidak optimal,” ucapnya.
Saat ini, dua tersangka sudah ditahan, yakni Mulatsyah di Rutan Salemba Cabang Kejagung dan Sri Wahyuningsih di tempat yang sama. Sementara Ibrahim Arif menjalani penahanan kota karena kondisi kesehatan.
Baca juga : Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Perbuatan para tersangka diduga melanggar sejumlah ketentuan, antara lain Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.