kades cijujung sukabumi di tahan

Denting SUKABUMI – Dengan langkah gontai dan kepala tertunduk, Heni Mulyani (53), Kepala Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, digiring oleh petugas Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi ke mobil tahanan. Mengenakan kerudung hitam, masker medis, dan rompi tahanan oranye, Heni sempat melambaikan tangan kepada wartawan yang menunggu di halaman kantor kejaksaan, Senin (28/7/2025).

“Halo. Doakan ya,” ucapnya pelan sebelum dibawa ke Lapas Perempuan Sukamiskin, Bandung, untuk menjalani masa penahanan awal selama 20 hari.

Penahanan ini merupakan tindak lanjut dari pelimpahan tahap dua perkara dugaan korupsi oleh Polres Sukabumi Kota kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi. Kasus ini bermula dari penyelidikan atas penyimpangan anggaran desa selama periode 2019 hingga 2023.

Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kabupaten Sukabumi, Agus Yuliana, Heni diduga kuat telah menyalahgunakan sejumlah pos anggaran, termasuk Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), dan Pendapatan Asli Desa (PADes). Selain itu, Heni juga menjual aset desa berupa bangunan Posyandu Anggrek 09 yang seharusnya digunakan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak.

“Bangunan posyandu itu dijual kepada salah satu warga pada Agustus 2022 seharga Rp46 juta dengan AJB senilai Rp48 juta. Sekarang bangunannya sudah berubah fungsi menjadi rumah tinggal,” jelas Agus.

Total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp500 juta. Berdasarkan hasil penyidikan, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat justru dialihkan untuk kepentingan pribadi sang kepala desa.

“Dana itu tidak digunakan untuk keperluan pemerintahan desa. Semua digunakan untuk kebutuhan pribadi,” tegas Agus.

Hingga saat ini, Heni menjadi satu-satunya tersangka dalam perkara tersebut. Pihak kejaksaan menyebutkan, belum ditemukan bukti keterlibatan pihak lain dalam praktik korupsi ini.

“Karena yang menikmati hasil hanya Kepala Desa, maka hanya dia yang ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Agus.

Perkara ini akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, dan Heni dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, yang masing-masing memiliki ancaman pidana penjara minimal empat tahun.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi upaya penegakan tata kelola dana desa yang transparan dan akuntabel. Pemerintah dan aparat penegak hukum diingatkan kembali bahwa pengawasan terhadap dana publik di level desa harus dilakukan lebih ketat untuk mencegah praktik penyimpangan serupa terjadi kembali

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *