Denting Bogor Di tengah hiruk-pikuk pembangunan Kota Bogor, suara anak-anak kembali menggema. Melalui Forum Anak Kota Bogor (Fanator), generasi penerus ini tak sekadar hadir untuk didengar—mereka membawa pesan kuat yang menggugah nurani: “Kami ingin kota yang ramah, adil, dan aman untuk anak-anak.”
Dalam audiensi bertajuk Suara Anak Daerah (SAD) yang digelar di Paseban Sri Baduga, Balai Kota Bogor, Kamis (10/7/2025), lima aspirasi utama disampaikan oleh Fanator. Isu-isu tersebut bukan sekadar keluhan, melainkan cerminan kepedulian anak-anak terhadap masa depan kotanya. Mulai dari dorongan untuk mengaktifkan kembali forum anak di tingkat kecamatan dan kelurahan, pembangunan infrastruktur yang ramah anak, penguatan kawasan tanpa rokok (KTR), pemerataan akses pendidikan, hingga perlindungan nyata dari kekerasan dan eksploitasi.
Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, memberikan apresiasi tinggi terhadap keberanian dan kepedulian anak-anak yang tergabung dalam Fanator. “Apa yang disampaikan anak-anak ini luar biasa. Mereka berpikir jauh ke depan, mulai dari pembangunan sekolah, pentingnya lingkungan yang bersih dan aman, hingga harapan sederhana namun mendalam—naik angkot tanpa terpapar asap rokok. Itu ide yang brilian,” ujarnya.
Dedie menegaskan bahwa aspirasi anak-anak bukanlah hal sepele. Gagasan seperti kawasan bebas asap rokok, menurutnya, sangat selaras dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR yang telah dimiliki Kota Bogor. “Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi soal hak mereka sebagai warga kota. Insya Allah semua usulan itu akan kita akomodir bertahap, tentu disesuaikan dengan kapasitas dan anggaran,” tegas Dedie.
Tak hanya mendengar, Pemkot Bogor juga tengah menyiapkan kebijakan nyata. Salah satunya ialah proyeksi pembiayaan pendidikan untuk sekitar 2.000 anak dari keluarga kurang mampu, agar dapat mengakses jenjang SMP tanpa hambatan ekonomi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bogor, Rakhmawati, turut menyoroti pentingnya keberlanjutan forum anak hingga tingkat kelurahan. Ia menekankan bahwa perlindungan terhadap anak tidak bisa menunggu. “Kami tidak ingin menunggu kekerasan terjadi baru bertindak. Pencegahan adalah kunci. Semua elemen masyarakat harus aktif menjaga anak-anak kita dari bahaya kekerasan dan eksploitasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Fanator, Radipta Azki Athaya, menuturkan bahwa usulan yang mereka bawa bukanlah hasil imajinasi semata, melainkan buah dari survei dan wawancara terhadap ratusan siswa di Kota Bogor. “Kami melihat ada kebutuhan mendesak atas ruang bermain yang aman dan terstandarisasi. Kami juga ingin ada penegakan tegas terhadap aturan KTR. Di pendidikan, kami menemukan banyak yang putus sekolah karena keterbatasan sekolah negeri dan dugaan kecurangan dalam SPMB,” terang Radipta.
Suara anak-anak ini menjadi cermin harapan masa depan. Mereka tidak menuntut kemewahan, hanya ingin hak dasar mereka sebagai anak kota dipenuhi—hak bermain, hak belajar, hak merasa aman. Dan kini, bola ada di tangan pemerintah dan seluruh elemen masyarakat: apakah suara anak ini hanya akan menjadi gema yang hilang, atau justru menjadi awal dari perubahan yang nyata?