Jakarta, Denting.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid resmi mengumumkan moratorium alih fungsi lahan sawah di seluruh Indonesia. Kebijakan ini diambil pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Pengumuman tersebut disampaikan Nusron dalam rapat bersama pimpinan DPR RI, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, serta Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), di ruang rapat Komisi XIII DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
“Mulai bulan ini, kami sudah taken surat kepada semua bupati Indonesia, izin Pak Dasco, kami moratorium alih fungsi lahan yang fisiknya sawah, meskipun tata ruangnya sudah tidak lagi digunakan untuk sawah,” kata Nusron.
Ia menegaskan bahwa meski aturan tata ruang biasanya menjadi acuan utama, moratorium tetap diberlakukan untuk mencegah konversi lahan yang bisa mengancam produksi pangan.
Sebelum terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2020 tentang Alih Fungsi Lahan, laju konversi sawah di Indonesia sempat sangat tinggi, mencapai rata-rata 120 ribu hingga 160 ribu hektare per tahun. Namun setelah adanya mekanisme Lahan Sawah Dilindungi (LSD), angka tersebut turun drastis.
“Sepanjang 2021-2025 hanya sekitar 5.600 hektare yang beralih fungsi, berarti rata-rata satu tahun hanya 1.000 hektare. Karena begitu ada Perpres ini, pengendaliannya ditekel pusat, terutama untuk delapan provinsi,” jelas Nusron.
Saat ini, lanjutnya, 12 provinsi masih dalam tahap verifikasi mekanisme LSD dan pengendalian alih fungsi lahan masih menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Nusron menekankan bahwa moratorium merupakan langkah strategis demi asta cita ketahanan pangan. Ia juga berencana mengundang Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, serta para kepala daerah untuk menyelaraskan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Baca juga : Menteri PANRB Dorong Pemanfaatan AI untuk Transformasi Birokrasi Digital
“Demi kepentingan ketahanan pangan. Untuk apa? Menjaga 87 persen dari total LBS menjadi LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan),” ujarnya.