Jakarta, Denting.id — Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya optimistis sektor ekonomi kreatif (ekraf) akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke depan. Keyakinan itu ia sampaikan saat berkunjung ke Kantor Redaksi Tribunnews, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurut Teuku, ekraf mulai masuk nomenklatur pemerintahan pada 2011, ketika Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memasukkannya ke dalam struktur Kementerian Pariwisata. Saat itu, Mari Elka Pangestu dipercaya menjadi menteri pertama yang mengawal sektor ini.
“Sudah dilihat bahwa ekonomi kreatif ini akan menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi sebuah negara,” ujar Teuku.
Perjalanan ekraf kemudian berlanjut di era Presiden Joko Widodo. Pada periode pertama, ekraf berdiri sebagai Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di bawah kepemimpinan Triawan Munaf. Namun bentuk badan dianggap kurang maksimal dalam hal komunikasi lintas kementerian maupun kerja sama internasional.
“Sebagian menganggap lebih efektif kalau bentuknya kementerian, terutama untuk komunikasi lintas K/L maupun dengan pihak luar negeri,” jelas Teuku.
Di periode kedua pemerintahan Jokowi, Bekraf dilebur ke dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sempat dipimpin Wishnutama dan kemudian Sandiaga Uno. Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kelembagaan ekraf diperkuat dengan pemisahan fungsi antara kementerian dan badan.
“Artinya, kementerian untuk membuat kebijakan regulasi, badan untuk implementasi atau kegiatan teknisnya. Supaya ini kuat,” imbuhnya.
Data Kemenekraf menunjukkan, hingga akhir 2024 sektor ekraf menyumbang lebih dari Rp1.500 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap 26,5 juta tenaga kerja. Nilai ekspor produk kreatif juga naik signifikan dari US$15 miliar pada 2023 menjadi lebih dari US$25 miliar pada 2024.
Ke depan, Kemenekraf menargetkan kontribusi ekraf terhadap PDB mencapai 8 persen pada 2029, dengan pertumbuhan ekspor 5,96 persen, penyerapan tenaga kerja 27,66 juta orang, dan investasi 8,08 persen.
Teuku juga menekankan pentingnya pengembangan desa kreatif berbasis potensi lokal. Salah satu contoh adalah Desa Tanggilingo, Gorontalo, yang terkenal dengan sulaman Karawo dan industri kuliner kue Karawo. Produksi kue khas ini bisa menembus 13.000 toples menjelang Idul Fitri dan dipasarkan ke berbagai daerah.
Selain itu, pemerintah mendorong pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk subsektor kreatif seperti desain, animasi, game, dan pemasaran digital. Dengan 185 juta pengguna internet dan 139 juta pengguna media sosial, Indonesia dinilai memiliki modal besar membangun ekosistem AI kreatif.
“AI bisa mempercepat produksi, membuka pasar global, tapi kreativitas manusia tetap jadi pusat. AI adalah kolaborator, bukan pengganti kreator,” tegas Teuku.
Baca juga : Mendikdasmen Abdul Mu’ti Buka Rakornas UPT di Manado, Anggarkan Rp16,9 Triliun untuk Revitalisasi Pendidikan
Kemenekraf juga tengah menyiapkan kerangka strategis perlindungan hak cipta dalam ekosistem AI, mencakup mekanisme lisensi dan literasi digital bagi para pelaku kreatif.