Jakarta, Denting.id — Himpunan Pengusaha Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kalimantan Barat (Kalbar) menyatakan komitmen memberikan dukungan, advokasi, dan pendampingan hukum kepada Gubernur Kalbar, Ria Norsan, yang menjadi saksi dalam penyelidikan dugaan korupsi proyek peningkatan jalan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Mempawah.
Ketua Umum HIPKA Kalbar, Abdul Karim, menegaskan bahwa dukungan tersebut bertujuan memastikan kepemimpinan dan kinerja pemerintah daerah tetap berjalan optimal tanpa terganggu oleh isu atau penggiringan opini bernuansa politis dari pihak tertentu.
“HIPKA Kalbar hadir untuk memastikan agenda pembangunan Kalbar tidak tersendat oleh hiruk-pikuk isu politik yang tidak berdasar,” kata Karim dalam keterangan tertulis, Minggu (5/10/2025).
Karim menjelaskan, stabilitas pemerintahan menjadi kunci dalam menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja baru di daerah. Karena itu, pihaknya menyiapkan pendampingan penuh, termasuk dukungan hukum dari HIPKA Law Firm, agar Gubernur Ria Norsan dapat bekerja dengan tenang dan fokus.
“Kami menyediakan seluruh sumber daya, termasuk dukungan hukum dari HIPKA Law Firm, agar Gubernur Kalbar dapat bekerja dengan tenang dan fokus,” ujarnya.
Lebih lanjut, Karim menegaskan bahwa stabilitas politik dan kepastian hukum merupakan fondasi utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi regional sebesar 8 persen, sekaligus mendukung program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran di Kalimantan Barat.
Tiga Pilar Dukungan Hukum HIPKA
Ketua HIPKA Law Firm, Syahri, menjelaskan bahwa dukungan hukum yang disiapkan bagi Gubernur Ria Norsan didasarkan pada tiga pilar utama.
Pertama, penegakan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang dijamin oleh konstitusi.
“Kami menegaskan bahwa status hukum Bapak Gubernur adalah saksi. Setiap upaya menjatuhkan nama baik beliau seolah-olah telah bersalah merupakan pelanggaran HAM dan penyimpangan terhadap proses hukum yang fair. Praduga tak bersalah adalah harga mati dalam negara hukum,” tegas Syahri.
Kedua, prinsip pemisahan tanggung jawab dan otoritas dalam tata kelola pemerintahan. Syahri menegaskan bahwa seorang kepala daerah baru dapat dimintai pertanggungjawaban pidana bila terdapat bukti nyata mengenai niat jahat (mens rea) dan perbuatan melawan hukum secara langsung (actus reus).
“Tanpa itu, seorang pimpinan tidak bisa serta-merta dipidana. Ini logika hukum yang harus ditegakkan,” ujarnya.
Ketiga, perlindungan terhadap kinerja pemerintahan yang sah dari gangguan politik. Syahri menilai upaya sistematis menciptakan instabilitas melalui penyebaran opini negatif dapat dikategorikan sebagai bentuk gangguan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
“Dukungan hukum kami bersifat proaktif. Kami memastikan setiap kebijakan dan program prioritas gubernur, khususnya yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan program nasional, memiliki landasan hukum yang kuat serta terlindungi dari gugatan dan fitnah politik,” tutup Syahri.
Baca juga : KPK Panggil Istri Tersangka Hendarto dalam Kasus Kredit Fiktif LPEI Rp 11,7 Triliun
Langkah HIPKA Kalbar ini menjadi wujud nyata sinergi antara dunia usaha dan pemerintahan daerah dalam menjaga iklim politik yang kondusif serta memperkuat kepercayaan publik terhadap pembangunan Kalimantan Barat.