Proyek Whoosh Dituding Bebani Negara, Gerakan Rakyat Desak Jokowi Bertanggung Jawab

Jakarta Denting.id – Gerakan Rakyat menilai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) merupakan keputusan tanpa perhitungan kebijakan yang matang. Kini, proyek tersebut terbukti menjadi beban ekonomi jangka panjang bagi negara.

Nandang Sutisna, Anggota Dewan Pakar Gerakan Rakyat, meminta mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia dan Presiden Prabowo Subianto. Nandang menilai Jokowi mewariskan proyek dengan beban keuangan besar di tengah upaya pemerintah saat ini memulihkan kondisi ekonomi nasional.

Nandang menegaskan bahwa proyek Whoosh akan tetap menjadi beban rakyat, meskipun dibiayai dari APBN, Danantara, maupun BUMN. “Tidak ada istilah APBN atau Non-APBN, karena semua muaranya sama uang rakyat juga,” ujarnya.

 

Beban Keuangan Jangka Panjang dan Utang Antar-Generasi

Nandang menjelaskan, total biaya proyek Whoosh yang tercatat mencapai sekitar USD 7,27 miliar (sekitar Rp 120 triliun). Setelah memperhitungkan biaya bunga dan restrukturisasi pinjaman kepada Tiongkok, Gerakan Rakyat meyakini proyek ini akan membebani negara hingga lebih dari Rp130 triliun.

Skema pembayaran utang bahkan disebut bisa berlangsung hingga 60 tahun ke depan. Indonesia harus terus mencicil kewajiban, meskipun usia kereta cepat itu sendiri kemungkinan sudah melampaui masa pakainya.

“Kita akan tetap membayar cicilan ketika rel dan armadanya sudah aus dimakan usia. Ini ironi yang menunjukkan betapa lemahnya perencanaan kebijakan publik di masa lalu,” tegasnya.

 

Dorong KPK Usut Dugaan Mark Up

Gerakan Rakyat juga mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti informasi yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD. Informasi tersebut mengenai dugaan kemahalan harga proyek Whoosh hingga tiga kali lipat dari nilai semestinya.

Menurut Nandang, dugaan tersebut harus diusut secara terbuka. Pengusutan ini berpotensi menjelaskan akar dari membengkaknya biaya dan panjangnya restrukturisasi keuangan proyek.

“Publik berhak tahu apakah lonjakan biaya itu murni faktor teknis, atau ada unsur penyimpangan kebijakan dan mark up yang harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Restrukturisasi Bukan Solusi, Prioritas Anggaran Keliru

Nandang menilai, restrukturisasi jangka panjang itu bukan solusi. Sebaliknya, itu adalah bentuk penundaan beban yang justru memperparah tanggungan fiskal negara.

“Sangat tidak layak menganggap Whoosh sebagai transportasi publik yang wajar merugi. Apalagi, masih banyak infrastruktur dasar di berbagai daerah, seperti jalan dan jembatan, yang kondisinya tidak layak. Prioritas anggaran telah keliru,” tutur Nandang.

Ia menambahkan, “Restrukturisasi 60 tahun bukanlah penyelamatan, melainkan pengalihan beban antar-generasi. Artinya, anak cucu kita nanti tetap harus membayar utang dari proyek yang manfaatnya minim bagi rakyat,”.

Gerakan Rakyat menilai, permintaan maaf dari Presiden Jokowi penting sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik atas kebijakan yang terbukti merugikan negara.

“Rakyat tidak anti pembangunan, tetapi menuntut pertanggungjawaban atas proyek yang sejak awal tidak layak secara ekonomi,” ungkap Nandang.

Desak Audit Menyeluruh oleh DPR dan BPK

Sebagai langkah konkret, Gerakan Rakyat mendesak DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit menyeluruh. Audit harus meliputi seluruh aspek pembiayaan dan pengelolaan proyek Whoosh, termasuk penggunaan dana BUMN dan APBN.

“KPK, BPK, dan DPR harus turun tangan bersama memastikan tidak ada penyimpangan dalam proyek ini. Negara tidak boleh diam terhadap kebijakan yang diduga merugikan rakyat triliunan rupiah,” tutup Nandang.

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *