Jakarta, Denting.id — Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menimbulkan beragam tanggapan dari publik. Di tengah perdebatan tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memilih untuk tidak memberikan komentar.
“Begini, pemberian penghargaan kepada Pak Harto, saya Menteri HAM, saya no comment, titik,” ujar Pigai saat ditemui di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Pigai menegaskan bahwa Kementerian HAM tidak memiliki kewenangan maupun keterlibatan dalam proses pengusulan maupun penetapan gelar Pahlawan Nasional. Menurutnya, tahapan penetapan dilakukan oleh lembaga lain melalui proses berjenjang.
“Kalau tidak salah, pengusulan pahlawan itu dari keluarga di kampung halaman, kemudian oleh kabupaten, provinsi, baru menyampaikan kepada pusat. Lalu ada tim yang menilai. Jadi, kalau urusan itu kami tidak terlibat, belum pernah ada,” jelasnya.
Ketika ditanya soal dinamika pro dan kontra di masyarakat, Pigai kembali menegaskan, “Enggak ada komentar.”
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh, termasuk Soeharto, dalam upacara di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan bentuk penghormatan negara terhadap jasa Soeharto dalam pembangunan nasional.
“Pemerintah memberikan gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto untuk menghormati tokoh pendahulu,” kata Prasetyo.
Dukungan terhadap keputusan ini juga datang dari sejumlah tokoh politik dan ormas Islam.
Anggota DPR Fraksi NasDem Rachmat Gobel menilai, langkah tersebut dapat memperkuat persatuan bangsa.
“Setiap orang pasti punya kelemahan dan kekurangan, namun kontribusi Pak Harto sangat besar bagi bangsa ini,” ujarnya.
Tokoh muda Nahdliyin Jawa Timur KH Achmad Syamsul Askandar (Gus Aan) menilai keputusan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah.
“Sebagai manusia biasa tentu beliau tidak luput dari salah dan khilaf. Bahkan Presiden Gus Dur pun pernah mengatakan bahwa Presiden Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa ini, walaupun dosanya juga besar,” katanya.
Sementara Ketua Umum PB Nahdlatul Wathan TGKH Muhammad Zainuddin Atsani menyoroti kiprah Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
“Soeharto dikenal karena perannya dalam Serangan Umum 1 Maret, yang sangat penting dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia dari Belanda,” ujarnya.
Dari kalangan Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyebut penganugerahan ini sebagai bentuk penghormatan yang tepat.
“Selama 30 tahun kepemimpinan beliau sebagai presiden, saya tahu beliau pemimpin yang berkomitmen membangun bangsa dan negara,” ungkap Din.
Direktur Eksekutif ToBe Institute Mochamad Imamudinussalam menilai langkah pemerintah ini mencerminkan objektivitas dan kedewasaan demokrasi.
“Soeharto hadir melalui program swasembada pangan, pembangunan infrastruktur desa, peningkatan kesejahteraan petani, hingga kebijakan ekonomi pro-rakyat. Beliau adalah bagian penting dari perjalanan republik ini,” jelasnya.
Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon menambahkan, penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional dilakukan melalui kajian mendalam.
“Prosesnya panjang dan teknis. Semua jasa beliau, baik di bidang militer maupun pembangunan, sudah dikaji dengan hati-hati,” ujarnya.
Menurut Fadli, Soeharto berjasa besar dalam berbagai peristiwa penting seperti Serangan Umum 1 Maret, pertempuran Ambarawa, dan Operasi Mandala untuk merebut Irian Barat. Selain itu, program REPELITA yang digagasnya turut meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menekan inflasi tinggi di awal masa pemerintahannya.
“Apalagi ketika itu inflasi mencapai 600 persen, pertumbuhan ekonomi minus. Beliau berhasil menstabilkan ekonomi dan membangun banyak sekolah,” kata Fadli.
Terkait tuduhan korupsi dan pelanggaran HAM yang kerap dilekatkan pada Soeharto, Fadli menilai hal itu belum pernah terbukti di pengadilan.
“Ya, itu kan baru dugaan. Dugaan tidak pernah terbukti juga,” tuturnya.
Baca juga: Menteri HAM Natalius Pigai Libatkan Sejumlah Tokoh Nasional Susun RUU HAM
Sementara itu, pemerintah memastikan bahwa proses penetapan gelar pahlawan dilakukan secara objektif berdasarkan kontribusi dan rekam jasa terhadap bangsa, tanpa intervensi politik maupun tekanan kelompok tertentu.

