Jakarta, denting.id – Sorotan tajam kembali diarahkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi. Kali ini, Komisi XIII DPR RI meminta lembaga tersebut membuka tabir transparansi terkait proses Surat Dukungan Utama Working and Holiday Visa (SDUWHV) yang menuai keluhan dari banyak peserta.
Wakil Ketua Komisi XIII Dewi Asmara menegaskan bahwa persoalan SDUWHV bukan sekadar administratif, melainkan menyangkut rasa keadilan generasi muda yang sedang memperjuangkan hak mereka. Ia menilai komunikasi satu arah melalui sistem digital justru memperbesar ketidakpastian.
“Kalau ini dibiarkan tidak terjawab, kepercayaan mereka terhadap pemerintah terutama layanan keimigrasian—akan turun,” ujar Dewi saat rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dewi juga menyoroti berbagai gangguan teknis, termasuk perubahan mendadak jadwal pembukaan sistem yang bertepatan dengan waktu salat Jumat, hingga kebijakan yang tiba-tiba berubah tanpa pemberitahuan jelas. Menurutnya, situasi ini berdampak besar bagi peserta yang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengikuti proses.
Ia mencontohkan perubahan nilai skor dan nominal biaya pendaftaran yang justru berubah pada hari pelaksanaan. Dampaknya, kata Dewi, dirasakan paling berat oleh peserta dari daerah.
“Perbedaan lebih dari Rp5 juta itu bukan hal kecil. Bagi putra daerah, mereka bisa sampai harus jual sapi,” tegasnya.
Dewi menambahkan bahwa syarat dan ketentuan seharusnya diumumkan dengan pasti dan tidak boleh diubah saat proses sedang berjalan. Di hadapan perwakilan peserta SDUWHV yang turut hadir, ia menegaskan agar Imigrasi memberikan penjelasan terbuka dan jujur, bukan jawaban normatif yang sering muncul di rapat formal.
“Ini bukan sekadar isu viral di TikTok. Mereka sudah menyampaikan aspirasi secara resmi. Tugas kami membawa aspirasi itu dengan sebenar-benarnya, bukan dengan laporan standar rapat kerja,” katanya.
Komisi XIII menegaskan bahwa kejelasan prosedur dan transparansi merupakan kewajiban negara, terlebih ketika menyangkut masa depan generasi muda.

