Bukan Soal Siapa Lebih Capek: Rahasia Pasangan Kompak agar Tidak K.O. Mengasuh Anak

Jakarta, denting.id – Banyak pasangan kehabisan tenaga mengurus anak sambil bekerja, padahal kuncinya bisa sesederhana: berhenti merasa harus melakukan semuanya sendiri. Para pakar menilai kerja sama antarpasangan dalam pengasuhan bukan hanya mencegah kelelahan, tetapi juga membuat hubungan lebih sehat dan anak tumbuh dengan perilaku lebih positif.

Menurut laporan Hindustan Times, pelatih orang tua dan remaja sekaligus Praktisi NLP Bersertifikat ABNLP, Shruti Dwivedi, mengatakan bahwa ketika pasangan berbagi peran—mulai dari menyiapkan makan, mengantar sekolah, hingga membuat daftar belanja—mereka justru membangun rasa syukur satu sama lain.

“Mengasuh anak memang berat, tetapi menjadi lebih bermakna ketika kedua pasangan berjalan berdampingan. Ini bukan tentang membagi tugas secara 50:50, tapi bagaimana saling mendukung sepenuhnya,” ujar Dwivedi.

Ia menambahkan, pasangan yang menerapkan pola asuh suportif biasanya memiliki tingkat kepuasan hubungan lebih tinggi, lebih jarang bertengkar, dan tidak mudah “meledak” karena lelah. Orang tua yang merasa didukung pun membawa suasana emosional yang lebih stabil ke tempat kerja sehingga produktivitas meningkat.

Bagi anak, kerja sama orang tua menciptakan lingkungan aman dan nyaman. Emosi mereka lebih stabil, rasa percaya diri naik, dan perilaku lebih positif. Rutinitas harian pun berjalan lebih lancar tanpa drama berlebih.

Temuan itu diperkuat riset tahun 2024 dalam Psychology Research and Behaviour Management yang melibatkan 1.279 ibu di Shanghai. Studi tersebut menyimpulkan bahwa kurangnya dukungan dalam pengasuhan membuat ibu mengalami stres jauh lebih tinggi, yang kemudian berdampak langsung pada meningkatnya masalah perilaku anak. Sebaliknya, keluarga dengan pengasuhan bersama yang kuat menunjukkan stres lebih rendah dan anak-anak lebih jarang menghadapi masalah emosi maupun perilaku.

Penelitian lain terbitan 2025 di World Journal of Psychiatry yang mengamati 258 anak prasekolah juga menemukan bahwa tingginya stres pengasuhan berkorelasi kuat dengan masalah emosional anak. Bahkan hampir 30 persen dampak stres tersebut dipengaruhi oleh cara orang tua berinteraksi dengan anak. Saat stres meningkat, reaksi kasar dan tidak sabar lebih mudah muncul, dan anak menyerap energi negatif itu.

Untuk mencegah hal tersebut, Dwivedi membagikan sejumlah strategi agar pengasuhan menjadi lebih ringan: mulai dari membuat perencanaan mingguan bersama, membagi peran sesuai keahlian, memberi waktu “me time” setidaknya 20 menit per hari, hingga menyediakan momen berdua minimal 10 menit untuk menjaga hubungan tetap hangat.

“Pengasuhan bukan tugas seorang ‘super parent’. Keluarga yang kuat dibangun oleh dua orang yang saling menopang, bukan saling menuntut,” kata Shruti.

Baca juga : Seller Makin Cerdas: Promo E-Commerce Dibongkar, dari Biaya Tersembunyi hingga Strategi Naik Omzet

Baca juga : CKG Jadi Viral: Kolaborasi Kemenekraf–Kemenkes Gandeng Halo Miyu Bikin Cek Kesehatan Makin Kekinian

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *