Lebak, denting.id — Kerusakan serius di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) kembali menjadi sorotan setelah Kementerian Kehutanan mengungkap nilai kerugian yang mencapai ratusan miliar rupiah. Eksploitasi hutan melalui aktivitas tambang emas ilegal dan pemanfaatan kawasan untuk vila maupun wisata dinilai telah mengancam ekosistem yang menjadi benteng alam di tiga kabupaten.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menyampaikan bahwa kerugian sementara mencapai Rp350 miliar dari areal seluas 439 hektare yang telah diukur dan dilakukan penertiban. “Angka ini bisa meningkat karena kerusakan ekologis dan potensi kerugian negara masih dihitung oleh BPKP,” ujarnya saat meninjau penutupan lubang Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Blok Cirotan, Kabupaten Lebak, Rabu.
Operasi penertiban PETI sebelumnya dilakukan di Blok Cibuluh, Ciheang, dan Gunung Pedih di Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Pada tahap ketiga di Lebak, penutupan dilakukan di Blok Cirotan, Cisopa, dan Cimari dengan total 55 lubang. Hingga kini, sebanyak 281 titik PETI berhasil ditutup dari total target 1.400 titik yang tersebar di seluruh kawasan TNGHS.
“Kami bersama Satgas PKH terus bergerak. PETI ini bukan hanya merusak hutan, tetapi juga memicu risiko bencana alam,” tegas Rudianto. Ia mengungkapkan, pemeriksaan terhadap para pemodal tambang ilegal sudah dilakukan, termasuk tujuh orang di Blok Cibuluh dan lima orang di Gunung Pedih.
Selain penambang dan pemodal, tim juga menyasar penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri dan sianida yang memperparah kerusakan lingkungan. “Untuk Blok Cirotan, kami masih menghitung jumlah penambang yang akan diperiksa,” tambahnya.
Sementara itu, Komandan Satgas PKH Garuda, Mayjen Dody Trywinarto, menjelaskan bahwa TNGHS yang berada di Kabupaten Sukabumi, Bogor, dan Lebak seluas 105 ribu hektare lebih telah mengalami perambahan sejak 1990-an. Data terbaru menunjukkan hampir 1.400 titik lubang PETI tersebar di kawasan tersebut.
Ia menegaskan bahwa operasi penertiban dilakukan berdasarkan Perpres Nomor 65 Tahun 2022 sebagai upaya penyelamatan hutan di seluruh NKRI. “Kerusakan dari satu titik saja bisa sangat besar. Bayangkan kedalaman 20 meter dan jarak bentang hingga 5 kilometer. Dampaknya luar biasa terhadap ekosistem,” ujarnya.
Hingga kini, Kemenhut bersama Satgas PKH berhasil menutup sekitar 439 titik PETI dan terus mengejar target hingga seluruh aktivitas ilegal tersebut dihentikan. “Kami akan terus melakukan operasi untuk mengembalikan fungsi hutan dan mencegah kerusakan yang lebih parah,” tegas Dody.
Upaya berkelanjutan ini diharapkan dapat menyelamatkan kawasan konservasi TNGHS dari kerusakan lebih lanjut serta memastikan ekosistemnya tetap terjaga untuk generasi mendatang.

