Jakarta, Denting.id — Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menegaskan bahwa pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI), pada Kamis (20/3/2025), merupakan hasil kesepakatan antara pihak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam keterangan pers-nya, Sjafrie menekankan bahwa proses legislasi ini berjalan dengan transparan dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku, tanpa ada permintaan khusus dari Presiden Prabowo Subianto.
“RUU TNI ini bukan hasil dari intervensi atau permintaan pribadi Presiden Prabowo Subianto. Semua prosesnya telah melalui diskusi yang matang antara pemerintah dan DPR untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan mendukung penguatan pertahanan negara,” jelas Sjafrie, dikutip Jumat (21/3/2025).
Pernyataan ini disampaikan setelah beberapa pihak sempat mempertanyakan hubungan langsung Presiden Prabowo dengan pengesahan RUU TNI yang baru, mengingat posisi beliau sebagai Kepala Negara dan Menteri Pertahanan.
Menteri Sjafrie juga menambahkan bahwa pengesahan RUU ini adalah langkah strategis dalam mendukung modernisasi serta profesionalisme TNI, yang berperan penting dalam menjaga kedaulatan dan keamanan Indonesia.
Dengan disahkannya RUU TNI, pemerintah berharap dapat memperkuat sistem pertahanan Indonesia, serta meningkatkan sinergi antara TNI, pemerintah, dan masyarakat.
Sebelumnya DPR RI resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang. Pengesahan ini dilakukan dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR, Puan Maharani, di Gedung DPR, Senayan, .
Revisi UU TNI ini mencakup perubahan pada empat pasal utama. Pertama, Pasal 3 yang mengatur kedudukan TNI. Kedua, Pasal 7 mengenai tugas pokok TNI. Ketiga, Pasal 53 yang menetapkan batas usia pensiun prajurit, dengan perwira tinggi bintang 4 memiliki batas usia pensiun hingga 63 tahun yang dapat diperpanjang maksimal dua kali sesuai kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Keempat, Pasal 47 yang berkaitan dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
Meskipun revisi ini telah disahkan, pengesahannya tidak lepas dari kontroversi. Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR untuk menolak revisi tersebut. Beberapa pasal dalam revisi ini dinilai bermasalah, seperti penambahan posisi jabatan publik yang dapat diisi oleh prajurit aktif dan kewenangan TNI dalam melaksanakan operasi militer selain perang dengan kontrol sipil yang minim.
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan kesiapan pihaknya untuk memberikan penjelasan kepada massa demonstran yang menolak revisi UU TNI. Ia mengajak semua pihak untuk menjaga persatuan dan tidak terprovokasi oleh tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab.
Pengesahan revisi UU TNI ini menjadi sorotan publik, mengingat adanya pro dan kontra yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Kedepannya, diharapkan semua pihak dapat menjaga kondusivitas dan terus mengedepankan dialog konstruktif untuk menyelesaikan perbedaan pendapat terkait regulasi tersebut.
Baca juga: Demonstrasi Tolak RUU TNI Ricuh, Massa Dobrak Gerbang dan Lempar Petasan