Jakarta, Demting.id – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa dirinya sering mendapat tekanan dalam upaya penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi. Salah satu bentuk tekanan tersebut datang dari pihak militer yang mengancam akan menghancurkan Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) jika tuntutannya tidak dipenuhi.
“Datang seorang militer, dia bilang kalau keluarga saya nggak dibebaskan, saya luluhlantakkan,” kata Burhanuddin dalam sebuah wawancara yang dikutip pada Rabu (19/3/2025).
Namun, Burhanuddin menegaskan bahwa dirinya tidak gentar menghadapi ancaman tersebut. Ia bahkan menegaskan bahwa gedung Kejagung adalah milik rakyat dan negara, sehingga tidak takut dengan ancaman seperti itu.
Tak hanya ancaman, Burhanuddin juga mengaku pernah ditawari uang dalam jumlah fantastis, yakni Rp 2 triliun, agar menghentikan sebuah kasus. Tawaran itu ditolaknya karena ingin menjaga marwah kejaksaan.
“Saya bilang, nggak ada, ini (perkara) tetap harus jalan, ini marwah kejaksaan dan marwah saya secara pribadi. Saya pantang untuk surut,” tegasnya.
Burhanuddin juga menyatakan bahwa semakin dirinya ditekan, semakin ia berpegang teguh pada prinsipnya. Ia menekankan bahwa dalam menjalankan tugasnya, ia tidak akan pandang bulu, termasuk terhadap keluarganya sendiri.
“Usai saya dilantik, saya kumpulkan saudara-saudara termasuk TB Hasanuddin (politikus PDIP). Saya pesan: kalau kalian melakukan perbuatan pidana apalagi korupsi, saya tidak akan peduli siapa pun kalian,” ujarnya.
Kejagung Mendapat Apresiasi Publik
Sementara itu, pakar komunikasi politik Effendi Gazali menilai bahwa di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum, Kejagung justru mendapat apresiasi tinggi dari publik. Ia menyebut Kejagung berhasil membalikkan istilah “no viral, no justice” menjadi “justice dulu, baru viral.”
“Kadang-kadang kita suka dengar ‘no viral, no justice’, tapi yang terjadi dengan kejaksaan sebetulnya kebalik, justice dulu baru viral,” kata Effendi.
Istilah “no viral, no justice” sering digunakan sebagai kritik terhadap penegakan hukum yang dinilai lamban dan baru bergerak setelah suatu kasus menjadi viral di media sosial. Namun, menurut Effendi, Kejagung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin justru menunjukkan bahwa penegakan hukum bisa dilakukan secara independen, profesional, dan akuntabel tanpa menunggu viral terlebih dahulu.
“Dengan prinsip mengutamakan kebenaran dan keadilan, tak heran bila Kejagung tampil lebih berani dan meyakinkan di mana hasil kerjanya bisa langsung dirasakan publik,” tambahnya.
Sejumlah gebrakan Kejagung dalam membongkar kasus korupsi besar turut memperkuat apresiasi masyarakat terhadap institusi ini. Beberapa kasus besar yang berhasil diungkap antara lain kasus Jiwasraya, ASABRI, Duta Palma, PT Timah, dan terbaru kasus tata kelola minyak mentah Pertamina yang diduga merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Baca juga : KPK Geledah Kantor Visi Law, Usut Dugaan Pencucian Uang SYL
Dengan sikap tegasnya dalam menghadapi tekanan serta keberhasilannya dalam memberantas korupsi, ST Burhanuddin semakin menegaskan komitmennya untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.